Ganjil-Genap di Jakarta Diterapkan Jika Kasus COVID-19 Kembali Naik
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka peluang penerapan ganjil-genap di Jakarta bagi kedaraan roda empat dan roda dua. Hal itu diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 tentang PSBB pada masa transisi menuju masyarakat sehat, aman, dan produktif. 

Dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, diatur tentang kendaraan bermotor pribadi berupa sepeda motor dan mobil beroperasi dengan prinsip ganjil-genap pada kawasan pengendalian lalu lintas.

Meski telah menerbitkan acuan hukum, Anies menyebut ganjil-genap belum tentu dilakukan. Anies bakal menerapkan ganjil-genap jika pertambahan kasus COVID-19 di Jakarta kembali naik.

Sementara, jika pergerakan masyarkat di masa PSBB transisi tak membuat kurva kasus baru COVID-19 melonjak, maka ganjil-genap bagi mobil dan sepeda motor tak jadi diberlakukan.

"Kami akan lihat jumlah kasus, jumlah orang bepergian, dari situ nanti bila diperlukan (ganjil-genap, red), baru digunakan. Bila tidak diperlukan, ya tidak digunakan," kata Anies kepada wartawan, Senin, 8 Juni.

Lebih lanjut, kata Anies, seandainya kasus COVID-19 kembali meningkat, penerapan ganjil-genap baru resmi diberlakukan setelah Anies menerbitkan Surat Keputusan Gubernur DKI.

"Selama belum ada surat keputusan gubernur, maka tidak ada ganjil-genap. Kebijakan itu dilakukan jika dipandang perlu ada pengendalian jumlah penduduk di luar rumah karena ternyata yang keluar rumah lebih banyak daripada yang bisa dikendalikan," jelas Anies.

Menimbang efektivitas ganjil-genap

Wacana sistem genap ganjil di masa penerapan PSBB transisi menimbulkan polemik. Sebab, ada anggapan kebijakan itu tak dibarengi dengan ketersediaan transportasi umum yang memadai.

Analis Kebijakan Publik dari Universitas Trisaksi, Trubus Rahadiansyah mengatakan, kesan setengah hati pada kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta semakin kental. Alasannya, pada kebijakan itu tak memberikan solusi bagi masyarakat yang diminta untuk tetap produktif di masa pagebluk COVID-19.

"Tentu saja semakin menunjukkan jika kebijakan ini tidak jelas arahnya. Jika memang untuk meningkatkan produktifitas masyarakat tapi tidak memberikan solusi," ucap Trubus kepada VOI.

Kata Trubus, Pergub Nomor 51 Tahun 2020 Pasal 18 ayat 2 huruf K yang mengecualikan para pengendara ojek online untuk mengangkut penumpang, tidak akan mengatasi permasalahan yang ada. Alasannya, pada pergub itu juga tertera aturan membatasi 50 persen dari kapasitas transportasi umum lainnya.

Sehingga, yang akan terjadi justru penumpukan penumpang. Bahkan, nantinya protokol kesehatan yang mesti diutamakan akan tak berjalan dengan baik. Dengan tak berjalannya protokol kesehatan, tentu bukan tak mungkin jika kasus baru positif COVID-19 akan bermunculan.

"Pasti ada penumpukan. Ujungnya, protokol kesehatan seperti physical distancing dan lainya tidak akan berjalan baik," kata Trubus.