JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta masyarakat memberi waktu untuk mengusut peran Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam kasus suap Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial terhadap penyidik Stepanus Robin Pattuju.
Padahal peran politikus Partai Golkar itu sebagai inisiator perkenalan antara M Syahrial dan Stepanus Pattuju telah disebut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal ini dilakukan saat dakwaan milik Syahrial dibacakan di Pengadilan Tipikor Medan pada Senin, 12 Juli kemarin.
Ketua KPK Firli Bahuri agar masyarakat memberikan waktu lebih kepada penyidiknya untuk mendalami peran Azis Syamsuddin dalam kasus suap yang dilakukan M Syahrial terhadap Stepanus 'makelar kasus'. Penyebabnya, komisi antirasuah perlu barang bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Kami terus bekerja dan beri waktu kami untuk menyelesaikan penyidikan," kata Firli kepada wartawan, Selasa, 13 Juli.
Dia mengatakan saat ini anak buahnya terus bekerja mengumpulkan barang bukti untuk menguatkan keterlibatan pihak lain dalam kasus suap tersebut. Hal ini penting karena KPK menjunjung tinggi azas tugas pokok mereka mulai dari kepentingan umum, kepastian hukum, hingga menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Atas alasan inilah, mereka tak mau gegabah menetapkan seseorang sebagai tersangka. "KPK akan dalami semua informasi untuk mengungkap perkara tersebut dan siapa saja yang melakukan," tegas Firli.
Eks Deputi Penindakan KPK ini juga memastikan siapapun yang terlibat dalam kasus ini tak akan lolos dari hukuman. Hanya saja, Firli meminta masyarakat tetap bersabar menunggu hasil pengusutan yang dilakukan oleh penyidiknya.
"Siapapun pelakunya yang terlibat dengan bukti yang cukup kami tidak akan pandang bulu karena itu prinsip kerja KPK," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia memastikan setelah alat bukti yang diperlukan untuk menjerat seorang tersangka terpenuhi pihaknya akan menyampaikan pengumuman kepada masyarakat.
Adapun dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut disebutkan perkenalan antara Syahrial dan Robin terjadi pada Oktober 2020 lalu. Saat itu, Syahrial yang merupakan Wali Kota Tanjungbalai yang juga kader Partai Golkar datang ke rumah dinas Azis Syamsuddin di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan.
BACA JUGA:
Pada kesempatan itulah Azis menawarkan Syahrial untuk berkenalan dengan Robin. Alasannya, saat itu dia akan maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2021 tapi terkendala karena adanya nformasi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai.
Selain itu, Syahrial juga punya informasi perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai sedang diusut KPK. Pada perkenalan itulah, Robin menyebut dirinya adalah penyidik KPK dengan menunjukkan kartu pegawai miliknya.
"Stepanus Robin Pattuju menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang penyidik dari KPK dengan menunjukkan tanda pengenal atau name tag KPK milik Stepanus Robin Pattuju dengan Nomor Pokok Pegawai (NPP) 0002215 kepada Terdakwa," ungkap jaksa saat membacakan dakwaan.
Dari perkenalan itulah, Syahrial meminta Stepanus selaku penyidik KPK untuk membantu supaya kasus jual beli jabatan yang tengah diusut tak naik status dari penyelidikan ke penyidikan. Permintaan ini lantas disanggupi dan keduanya bertukar nomor telepon seluler.
Selang beberapa hari, Robin menghubungi temannya bernama Maskur Husain yang merupakan seorang advokat atau pengacara. Saat itu, Robin menyampaikan ada permintaan bantuan untuk mengurus perkara dari daerah Tanjungbalai, Sumatera Utara.
"Kemudian Maskur Husain menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp 1,5 yang kemudian permintaan Maskur Husain ini disetujui Stepanus Robin Pattuju untuk disampaikan kepada terdakwa," ucap jaksa.
Kesepakatan ini kemudian disampaikan pada Syahrial. Selanjutnya, Wali Kota Tanjungbalai ini menyetujuinya hingga berujung pada pemberian sejumlah uang melalui rekening bank dan transaksi tunai.
Melihat peran Azis sebagai inisiator perkenalan, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai politikus itu bisa dijerat hukuman.
"Kalau benar ada anggota DPR RI yang jadi insiator mengenalkan penyidik KPK kepada terdakwa maka dia bisa dikualifikasikan sebagai pelaku," ungkap Fickar.
Dia menjelaskan, dalam hukum pidana terdapat kategori pelaku peserta dan hal ini tercantum pada Pasal 55 dan 56 KUHP.
Pada Pasal 55 KUHP dijelaskan pelaku peserta adalah mereka yang ikut serta melakukan juga yang menyuruh, memberi, menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan, kekerasan, ancaman atau memberi kesempatan, sarana atau informasi kepada orang lain yang melakukan pidana.
Sedangkan dalam Pasal 56 KUHP disebutkan pelaku peserta ialah yang membantu pada waktu kejahatan, memberi kesempatan sarana untuk melakukan kejahatan.
Berdasarkan kedua pasal ini, Fickar menyebut komisi antirasuah harusnya bisa segera melakukan penyidikan dan menentukan status hukum Azis Syamsuddin dalam kasus suap ini. "Konsepsi pelaku dalam hukum pidana itu luas, selain pelaku langsung juga pihak yang turut serta melakukan tindak pidana," pungkasnya.