Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti menyebut keterisian tempat tidur di Jakarta semakin menipis. Keterisian atau bed occupation rate (BOR) isolasi di rumah sakit rujukan COVID-19 di Jakarta sisa 7 persen dan ICU sisa 6 persen.

"Keterpakaian TT (tempat tidur) atau BOR atau isolasi adalah 93 persen, untuk ICU 94 persen. Ini angka yang luar biasa," kata Widyastuti kepada wartawan, Rabu, 7 Juli.

Widyastuti mengaku saat ini pertambahan kasus COVID-19 masih terus melonjak. Per hari ini, ada 9.439 kasus baru COVID-19 dan kasus aktif mencapai 94.584 kasus. Kasus aktif ini mendekati angka 100 ribu seperti yang dikhawatirkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Saat ini angka kasus aktif harian kita lebih dari 90 ribu butuh pertolongan medis. Itu bukan angka yang kecil," ucap Widyastuti.

Sementara, DKI telah menambahkan kapasitas tempat tidur menjadi 140 rumah sakit rujukan dari total 193 rumah sakit yang ada di Jakarta. Kapasitasnya mencapai lebih dari 13 ribu tempat tidur isolasi dan ICU.

"Dalam kondisi tidak COVID-19 kami punya tempat tidur sekitar 24 ribu. Saat ini sudah terpasang untuk COVID sekitar lebih dari 13 ribu. Artinya, kita sudah melampaui lebih dari 50 persen kapasitas yang disediakansesuai regulasi dari pusat," jelasnya.

Namun, Widyastuti mengakui keterisian tempat tidur COVID-19 akan semakin penuh. Karenanya, salah satu upaya yang akan dilakukan adalah kembali menambah dengan cepat tempat tidur, seiring dengan penerapan PPKM darurat.

Penambahan kapasitas tempat tidur dilakukan dengan berbagai akses. Bahkan ada rumah sakit umum daerah di Jakarta Utara yang sudah memakai tenda darurat untuk menampung pasien COVID-19.

Selain itu, ada penambahan rekrutmen tenaga tracer (penelusur kontak kasus) berbasis CPNS sebanyak 1.000 orang. Mereka akan ditempatkan di puskesmas dan perbantuan di lapangan bersama TNI-Polri. 

Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kasus dengan lebih cepat dan penularan virus bisa lebih ditekan.

"Kami setiap hari menambah kapasitas, meskipun penambahan ini tetap tidak bisa mengejar dengan cepat dengan jumlah besar," ungkap Widyastuti.

"Kami koordinasi dengan pusat untuk menyiapkan lebih banyak lagi RS yang mampu tampung dalam jumlah kapasitas besar. Ada beberapa skenario supaya bisa menampung lonjakan kasus aktif yang luar biasa. 100 ribu harus kita siapkan dengan cepat kita lakukan terkait dengan pengolahan SDM," tambahnya.