JAKARTA - Polemik Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang terjadi di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut berdampak pada pengusutan dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19 di Jabodetabek yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Apalagi, terdapat 75 pegawai yang berujung dinonaktifkan karena dinyatakan tak lolos TWK di mana beberapa dari mereka merupakan penyidik dalam kasus suap tersebut.
"Tentu penonaktifan jelas sangat berdampak (pada pengusutan kasus, red)," kata penyidik KPK nonaktif Andre Dedy Nainggolan dalam diskusi virtual di YouTube Sahabat Indonesia Corruption Watch yang dikutip Rabu, 7 Juli.
Setidaknya ada sejumlah dampak yang disampaikan oleh satu penyidik dari puluhan yang dinyatakan tak lolos TWK tersebut. Pertama, adalah berkurangnya penyidik yang bekerja untuk mengusut kasus ini.
"Setidaknya penyidik bansos itu ada 10 orang yang dinonaktifkan ada dua. Dari segi jumlah tentu ini akan terasa karena penyidik tidak hanya bekerja untuk satu kasus karena pararel dengan kasus lain," ungkap Andre.
Bahkan, dirinya mengungkap dalam sekali bekerja para penyidik komisi antirasuah bisa menangani tiga hingga empat kasus secara bersamaan. "Itu satu hal berkaitan dengan jumlah saja sudah berkurang," ujarnya.
Berikutnya, dia juga mengungkap penonaktifan puluhan pegawai tersebut memberikan dampak moral terhadap pegawai lainnya.
Selain itu, Andre mengatakan kasus tersebut bisa juga tidak mengalami kemajuan apapun karena mereka yang sudah tahu seluk beluknya justru dinonaktifkan dengan alasan tak lolos TWK. Bahkan, lebih parahnya, satuan tugas yang menangani kasus tersebut juga sangat mungkin dirombak atau dipindahkan.
"Tentunya itu bisa kita kaitkan dengan rekan-rekan yang menangani kasus bansos dan sudah lulus jadi ASN. Mereka bisa jadi dipindahkan atau tim (yang menangani, red) dirombak. Itu sangat mungkin," tegasnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, ada dampak lain yang saat ini sudah tampak yaitu dengan dilaporkannya dua penyidik yang mengurusi perkara ini ke Dewan Pengawas KPK. Andre menyinggung, hal ini merupakan jurus yang nantinya bisa saja digunakan oleh para koruptor.
Adapun beberapa waktu lalu, dewan pengawas tengah mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan dua penyidik KPK dalam penanganan kasus suap bansos COVID-19. Laporan tersebut disampaikan oleh Agustri Yogasmara alias Yogas yang namanya kerap muncul sebagai operator dari salah satu anggota DPR RI yaitu Ihsan Yunus.
"Itu dua dari penyidik bansos dilaporkan secara etik dan yang melaporkan justru orang yang terlibat. Bayangkan orang yang terlibat," katanya.
"Saya khawatir jika dugaan etik benar menjadi legitimasi pelapor untuk menyatakan bahwa dia tidak terlibat karena keterangan-keterangannya itu dalam tekanan, jurus itu nanti bisa dilayangkan dari manapun," pungkasnya.