Ternyata, Kebanyakan Tenaga Medis Meninggal Bukan Khusus Tangani COVID-19
Ilustrasi. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesi (IDI) Daeng M. Faqih‎ menemukan fakta bahwa jumlah tenaga medis yang meninggal dunia akibat COVID-19 bukan berasal dari rumah sakit rujukan khusus penanganan virus corona.

Fakta ini ditemukan berdasarkan hasil penelusuran langsung tim satuan tugas (satgas) yang dibentuk Pengurus Besar IDI. Mereka membentuk tim ini karena tidak mendapat data kasus COVID-19 di kalangan tenaga medis secara rinci dari pemerintah.

"Kebanyakan mereka bekerja di rumah sakit lain atau praktik pribadi. Dia tertular dari pasiennya yang kebetulan menjadi orang tanpa gejala dan sudah terinfeksi COVID-19," kata Daeng dalam acara Polemik Trijaya FM, Sabtu, 18 April.

Daeng bilang, penyebab tertularnya tenaga medis ini karena sang pasien yang mengunjungi dokter tersebut tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap COVID-19. Belum lagi, sang dokter tidak begitu mewaspadai penularan virus corona.

"Si pasien tidak mengerti kalau dia sudah terinfeksi, dan si dokter pun tidak mengetahui dan kewaspadaanya kurang karena dia datang ke dokter tanpa mengatakan memiliki gejala seperti COVID-19," jelas dia.

Kemudian, minimnya pendistribusian alat pelindung diri (APD) dari pemerintah membuat tenaga kesehatan terpaksa menggunakan APD seadanya dalam menjalani tugas. Bahkan, beberapa di antaranya mengenakan APD yang tidak sesuai standar kesehatan.

Ia mencontohkan kasus seorang dokter spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) di Makassar bernama Bernadette Albertine Fransisca yang meninggal dunia saat masih bersatatus pasien dalam pengawasan (PDP) corona. 

Berdasrakan hasil penelusuran IDI, sang dokter menjadi PDP akibat melayani pasien posiitif COVID-19. Namun, sayangnya ia hanya mengenakan APD seadanya dengan berbahan plastik biasa.

"Keterbatasan APD, terutama waktu awal-awal kasus itu banyak sekali tenaga medis yang kekurangan, hingga kawan-kawan banyak melakukan modifikasi. Dari modifikasi tersebut, kita tahu bahwa tidak bisa 100 persen mencegah tertular," tuturnya.

Hingga kini, sudah ada 44 tenaga medis yang meninggal dunia akibat terpapar virus corona. Untuk mencegah penambahan penularan, IDI  meminta ke semua dokter membatasi praktiknya.

"Kalau bisa, praktik tatap muka tidak dilakukan kecuali pada kasus emergency. Kalau dia terpaksa melakukan praktik tatap muka, semua pasien yang dihadapi, baik menunjukkan gejala COVID-19 atau tidak, kita minta mereka memakai APD sesuai dengan petunjuk pencegahan penularan COVID-19," tutupnya.