Bukan Cuma di Jakarta, di Bandung Masih Ada Kantor Langgar Aturan WFH 100 Persen PPKM Darurat
DOK ANTARA

Bagikan:

BANDUNG - Kasat Reskrim Polrestabes Bandung AKBP Adanan Mangopang mengatakan pihaknya masih menemukan perusahaan yang mempekerjakan 100 persen pegawainya saat masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Menurut Adanan, perkantoran swasta tersebut masuk ke dalam kategori non esensial yang wajib untuk menerapkan aturan 100 persen pegawainya bekerja dari rumah (WFH). Selain perkantoran,katanya, ada juga badan usaha lainnya yang melanggar hal serupa.

"Ada 19 yang kami tindak merupakan badan usaha seperti pemilik toko, pemilik bengkel dan juga beberapa perkantoran swasta yang bekerja di sektor non esensial yang 100 persen seharusnya mereka melaksanakan WFH," kata Adanan di Polrestabes Bandung, Jawa Barat dikutip Antara, Selasa, 6 Juli.

AKBP Adanan mengatakan sejumlah perusahaan dan badan usaha yang melanggar aturan PPKM itu ditemukan saat pihaknya sedang melakukan kegiatan operasi yustisi bersama unsur Satpol PP.

Menurut dia, sektor usaha itu dikenakan sanksi yakni tindak pidana ringan karena tidak mematuhi aturan pemerintah serta tidak menerapkan protokol kesehatan.

Selain mempekerjakan seluruh pegawainya, para perusahaan tersebut juga tidak dilengkapi dengan fasilitas protokol kesehatan, seperti tempat cuci tangan, tanda menjaga jarak, dan unsur lainnya.

Penegakan hukum tersebut, kata Adanan, dilaksanakan secara langsung ditempat karena operasi gabungan itu melibatkan hakim dari Pengadilan Negeri Bandung, serta Kejaksaan Negeri Bandung.

"Tujuannya hanya satu yakni untuk memberikan efek jera dan meningkatkan kedisiplinan masyarakat sehingga masyarakat tidak berkerumun kemudian memutus rantai penyebaran COVID-19," kata dia.

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2021 tentang aturan ketentraman khususnya saat pandemi COVID-19, para pelanggar itu terancam hukuman denda dari Rp100 ribu hingga Rp 50 juta.

Selain itu, bagi pengelolanya terancam mendapat sanksi berupa teguran tertulis sampai ancaman hukuman penjara maksimal hingga 3 tahun.

"Tapi dalam operasi tersebut oleh hakim diputuskan sanksi denda antara Rp100 ribu sampai Rp300 ribu dan langsung dibayar di tempat dan disetorkan ke kas daerah," kata Adanan.