JAKARTA - Dalam konsep kenormalan baru, rumah ibadah yang selama pagebluk COVID-19 ditutup, bisa dibuka kembali. Tapi ada persyaratan yang harus dipenuhi.
Rekomendasi pembukaan kembali rumah ibadah harus datang dari kepala daerah. Daerah di sekitaran rumah ibadah juga harus dipastikan aman dari penyebaran COVID-19. Agar penilaian bisa tepat sasaran, rekomendasi dari camat juga akan jadi salah satu penilaian.
Menteri Agama Fachrul Razi menjelaskan kenapa camat nantinya akan punya peran penting. Wilayah kepala daerah yang terlalu luas, dikhawatirkan malah tidak bisa melahirkan penilaian objektif dari permohonan sebuah rumah ibadah. Sebagai contoh, seorang bupati atau gubernur terkadang bisa saja menolak permohonan pembukaan kembali suatu rumah ibadah.
"Karena kalau bupati atau gubernur suka terlalu jauh di atas sehingga kadang-kadang ada tempat-tempat yang memang sebetulnya aman sama sekali (dari COVID-19) tapi oleh mereka (bupati atau gubernur) mungkin bisa digeneralisasikan seolah-olah belum aman karena memang secara provinsi atau kabupaten mungkin belum aman sehingga kewenangan itu kami sarankan untuk diambil oleh tingkat kecamatan saja," jelas Fachrul, Rabu, 27 Mei.
Cerita Fachrul, dia pernah diprotes masyarakat yang tinggalnya jauh dari zona merah, tapi masih dalam satu kabupaten. Rumah ibadah yaitu masjid tetap ditutup dan tidak diperkenankan digunakan untuk salat.
"Saya diprotes, 'Pak yang zona merah di kabupaten, kami kecamatan 55 kilometer dari kabupaten, masa kami tidak boleh salat? Atau ada yang hanya 20 KK di kompleks dan jarak ke kecamatan 10 kilometer ingin salat di masjid kompleks tidak boleh. Saya jawab tempat ibadah bisa direkomendasi kepala desa dan boleh camat mengizinkan. Jadi 'fair' sekali, tapi perlu konsultasi ke kabupaten," ungkap Fachrul menjelaskan.
BACA JUGA:
Camat bersama forum komunikasi kecamatan wajib melihat apa betul surat izin pembukaan rumah ibadah itu bisa diterbitkan. Aturan mengenai pembukaan rumah ibadah itu pun akan dibuka pada pekan ini.
"Jadi Forum Komunikasi pimpinan kecamatan yang mempelajari validitas dari pengajuan kepala desa, dilihat kalau bisa kemudian memang betul-betul ancaman COVID-19 rendah, penularannya rendah setelah ditinjau OK Camat mengeluarkan izin dengan konsultasi dulu kepada bupati," tambah Fachrul.
"Izin ini akan direvisi setiap bulan, bisa jumlah izin bertambah bisa juga berkurang. Kalau ternyata yang setelah dikasih izin COVID-19 meningkat atau penularan meningkat, ya akan dicabut. Jadi betul-betul kita buat sangat 'fair'. Kalau memang tidak memenuhi syarat, ya sudah, tidak dibolehkan".
"Pada tahap pertama kami sepakat hanya untuk ibadah salat saja dan diusahakan sesingkat mungkin. Tapi kalau keadaan lebih baik, mungkin bisa diizinkan lebih camat untuk ada kultum (kuliah tujuh menit), tapi kembali sesuai situasi. Level rumah ibadah di desa, izinnya ke camat, rumah ibadah lintas kecamatan izinnya bupati, level rumah ibadah antarkabupaten izinnya ke gubernur," tutup Fachrul.