<i>The New Normal</i>, Memangnya Pelaku Usaha Sudah Siap?
Ilustrasi. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kemarin, Selasa 26 Mei, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan ke sejumlah lokasi untuk meninjau kesiapan protokol kesehatan menjadi sinyal penerapan The New Normal. Simbolisasi Jokowi tersebut dilakukan dengan mengunjungi Stasiun MRT Bundaran HI Jakarta, dan Mal Summarecon di kota Bekasi.

Tidak semua pihak setuju akan fase The New Normal ini. Alasannya, langkah tersebut dinilai memiliki risiko besar di mana kasus positif COVID-19 akan terus bertambah, bahkan dalam jumlah yang mungkin saja lebih besar.

Namun Jokowi menegaskan, untuk menuju The New Normal, pemerintah akan mengacu pada data-data di lapangan. Artinya, tidak semua wilayah dapat menerapkan hal tersebut, karena wilayah yang berstatus zona merah baru dapat menerapkan The New Normal setelah mencatat angka penularan yang rendah.

Jokowi seperti tidak sabar untuk me-recovery ekonomi Tanah Air yang hanya tumbuh 2,97 persen akibat pandemi COVID-19. "Kita harus tetap produktif, tapi tetap aman dari COVID-19," kata Jokowi kemarin.

Pemerintah telah menyusun protokol kesehatan untuk kenormalan baru dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan No. hk.01.07/menkes/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Lantas bagaimana kesiapan dunia usaha menghadapi fase baru tersebut? Di sektor transportasi, Ketua DPP Organda Adrianto Djokosoetono mengatakan sudah menyiapkan strategi.

Menurutnya, para pengusaha angkutan darat baik barang maupun penumpang harus segera melakukan persiapan menghadapi The New Normal dengan melakukan sejumlah inovasi.

Bentuknya seperti apa, kita masih harus tunggu perkembangan selanjutnya. Pasalnya, para pelaku usaha masih dalam tahap untuk memulihkan bisnisnya, khususnya di sektor angkutan pariwisata dan antarkota.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani melihat, masih terlalu dini untuk melihat kapan pemulihan ekonomi dapat terjadi jika The New Normal diterapkan di tengah pandemi seperti ini. Senada dengan Adrianto, Shinta mengatakan, pelaku usaha butuh waktu untuk mempelajari, mempersiapkan, mengedukasi pekerja terkait protokol yang baru.

"Juga butuh fleksibilitas untuk menerapkannya sesuai dengan aktivitas di tempat kerja," ujar Shinta.

Optimisme Menperin dan Menteri BUMN

Di sisi lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita justru optimis dan meyakini industri manufaktur nasional dapat pulih lebih cepat jika fase The New Normal ini dilaksanakan.

Menteri BUMN , Erick Thohir juga sudah siap jikalau para perusahaan pelat merah harus menerapkan protokol dalam rangka The New Normal. Menurut Erick, sebanyak 86 persen BUMN dinilai siap menerapkan protokol The New Normal.

Belum Tepat

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai semua protokol The New Normal harus dibarengi dengan pengawasan ketat dari Dinas Kesehatan sebagai kunci kesuksesan pelaksanaannya. Dia bahkan menilai, Dinkes perlu untuk melakukan pemeriksaan acak ke sejumlah pemeriksaan demi memastikan protokol ini dilakukan semua perusahaan tanpa terkecuali. 

"Penting melakukan random check atau semacam sidak sehingga langsung dilakukan sanksi atau langkah perbaikan kepada pemilik perusahaan agar tertib. Jangan sampai ada diskriminasi, yang satu sudah tertib tapi banyak perkantoran lain yang tidak mematuhi," kata Bhima.

Dia juga mengatakan ada kemungkinan sejumlah tempat kerja tidak mampu menyediakan protokol kesehatan yang memadai. Misalnya, menyediakan hand sanitizer maupun masker.

"Untuk perusahaan sedang dan besar mungkin tidak ada masalah tapi untuk UMKM pasti akan ada tambahan cost atau biaya," tegas Bhima.

Sehingga, di saat seperti ini sebaiknya pemerintah memberikan bantuan kepada pengusaha UMKM untuk menjamin ketersediaan masker. Selain itu, pemerintah juga harus melaksanakan sosialisasi protokol kesehatan yang aman sejak saat ini.

Namun, Bhima skeptis soal protokol ini. Sebab selain menilai Kementerian Kesehatan belum siap betul soal protokol The New Normal yang baru mereka keluarkan, alasan pemulihan ekonomi di tengah pandemi COVID-19 ini juga dianggapnya tidak tepat.

"(Alasan pemulihan ekonomi) belum tepat, selama kesiapan protokol kesehatan tidak 100 persen," ungkapnya.

Akan Meningkatkan Jumlah Kematian

Adapun, dalam kajian kebijakan yang dirilis Indef, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB), termasuk penerapan protokol The New Normal diprediksi meningkatkan jumlah kematian akibat COVID-19 hingga 61 persen dibandingkan dengan saat ini.

Pada Selasa 26 Mei, terdapat tambahan 415 kasus positif COVID-19 di Indonesia sehingga totalnya menjadi 23.165 kasus. Sejak 12 Mei, tambahan kasus harian selalu di atas 400 dan sempat mencapai 973 pada 21 Mei.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pihaknya juga membuat protokol khusus untuk wilayah DKI Jakarta. Hal itu menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu, demi mengakomodasi karakter DKI yang berbeda dari wilayah lain.

Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta menyatakan siap kembali beroperasi dengan menerapkan protokol The New Normal. Pihak pengelola pusat perbelanjaan menargetkan jumlah kunjungan dapat mencapai 30-40 persen.