JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi COVID-19. Keputusan ini berlaku di seluruh Indonesia untuk membatasi harga jual tertinggi obat di apotek, instalasi farmasi, rumah sakit, klinik, dan fasilitas kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan yang dilakukan pemerintah terutama Kementerian Kesehatan sudah tepat. Adanya keputusan tersebut membuat konsumen obat bisa terlindungi dan tak dieksploitasi oleh oknum pencari keuntungan di tengah pandemi COVID-19 seperti sekarang.
"Apa yang dilakukan Kemenkes sudah benar dan seharusnya dilakukan untuk melindungi konsumen agar mereka tidak dieksploitasi oknum-oknum nakal dan para pecundang yang merusak pasar," kata Tulus seperti dikutip dari keterangan tertulis Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin, 5 Juli.
Hanya saja, dirinya menilai HET saja tidak cukup. Menurut Tulus, pemerintah juga harus memberikan sanksi keras dan tegas bagi pihak yang melanggar harga yang sudah ditentukan.
"Sehingga HET bukan hanya menjadi macan kertas saja dan gagal melindungi konsumen," tegasnya.
BACA JUGA:
Dalam keputusan tersebut, ada 11 obat yang telah ditetapkan HET-nya. Obat tersebut adalah Favipiravir Tablet 200 mg Rp22.500 per tablet; Remdesivir Injeksi 1OO mg Rp510.ribu per vial; Oseltamivir Kapsul 75 mg Rp26 ribu per kapsul; lntravenous Immunoglobulin 5 Persen 50 ml (Infus) Rp3.262.300 per vial; dan lntravenous Immunoglobulin 10 persen 25 ml (Infus) Rp3.965.000 per vial.
Berikutnya lntravenous Immunoglobulin l07o 5O ml (Infus) Rp6.174.900 per vial; Ivermectin Tablet 12 mg Rp7.500 per tablet; Tocilizrrmab 400 mg/20 ml (Infus) Rp5.710.600 per vial; Tocilizumab 80 mg/4 ml (Infus) Rp1.162.200 per vial; Azithromycin Tablet 500 mg Rp1.700 per tablet; dan Azithromycin 500 mg (Infus) Rp95.400 per vial.
Lebih lanjut, pakar kesehatan Elizabeth Jane Soepardi menilai HET ini memang jadi solusi menangani masalah harga obat yang tak terkendali karena tingginya permintaan. Dia menilai, hal ini adalah tugas pemerintah dan harus dibantu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pelaksanaan pengawasannya.
Selain itu, dia mengingatkan masyarakat untuk menggunakan obat berdasarkan resep dokter yang sudah sesuai aturan dosis yang diperlukan. Menggunakan obat tanpa resep akan menjadi tanggung jawab pasien itu sendiri.
"Dokter buat resep artinya dia tanggung jawab, resep itu jadi alat bukti kalau dokter itu ternyata salah," pungkasnya.