Wacana Presiden 3 Periode, Formappi Singgung Kelompok Orang hingga Parpol Takut Kehilangan Kekuasaan
Presiden Jokowi saat menegaskan tak ingin menjabat presiden 3 periode (Youtube Sekretariat Presiden)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Formappi Lucius Karus menilai wacana masa jabatan presiden 3 periode didorong oleh ketakutan lingkaran penguasa akan kehilangan kekuasaannya usai berakhirnya masa jabatan presiden saat ini pada 2024.  

"Orang-orang yang sudah menikmati kekuasaan takut kehilangan kekuasaan," ujar Lucius dalam diskusi Syndicate Election Update bertajuk "Wacana Presiden 3 Periode dari Mana Asalnya, ke Mana Arahnya" secara virtual, Rabu, 23 Juni.

Lucius menjelaskan wacana 3 periode presiden bukan saja di era Jokowi tetapi pernah berembus di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, wacana ini sudah muncul persis sebelum Jokowi dilantik pada Oktober 2019.

"Saya kira dorongan untuk amandemen konstitusi itu selalu muncul di periode kedua pemerintahan, baik di era SBY maupun Jokowi. Pasti didorong rasa takut yang mendera oleh parpol pendukung, yang merasa bahwa setelah 5 tahun periode kekuasan itu menghilang," jelasnya 

"Jadi, ini sesuatu yang natural bahwa kekuasaan itu nikmat dan hampir pasti orang yang sudah menikmati kekuasaan selalu punya keinginan untuk memperpanjang," sambung Lucius.

Menurutnya, tidak terlalu mengherankan wacana masa jabatan 3 periode ini muncul. Yang justru bikin heran, kata Lucius, adalah wacana ini muncul dengan sangat liar akhir-akhir ini di ruang publik tanpa ada pernyataan resmi dari parpol, DPR, MPR, dan DPD.

"Ini yang menarik, lalu menjadi sulit untuk menunjuk hidung siapa yang paling bertanggungjawab atas wacana ini. Kelompok kepentingan mana yang bisa kita tunjuk sebagai kelompok yang punya kepentingan dengan wacana ini?," katanya. 

Hal ini, lanjutnya, menjadi alasan kenapa di periode kedua Jokowi, wacana perubahan masa jabatan ini nampak diperbincangkan lebih panjang ketimbang era SBY pada 2010 lalu.

"Satu-satunya, karena MPR membuka ruang untuk itu. Sampai sekarang mereka tidak menutup keran mengamandemen konstitusi untuk mengembalikan GBHN dalam konstitusi kita," ucapnya.

Pada saat yang sama, kata Lucius, banyak kelompok punya kepentingan untuk memastikan isu-isu yang mereka dorong ikut diamandemen bersamaan keinginan MPR mengamandemen konstitusi untuk mengembalikan GBHN.

"Jadi saya kira pikiran nakal di banyak tokoh yang muncul belakangan ini, itu dipelihara oleh MPR yang hingga saat ini belum jelas (sikapnya, red) untuk mengamandemen konstitusi mengembalikan GBHN," bebernya.

Lucius menduga tidak hanya orang per orang berpikir memperpanjang masa jabatan presiden, tetapi ada banyak kelompok dengan kepentingan masing-masing yang punya agenda terkait dengan amandemen konstitusi. 

Misalnya, DPD untuk memperkuat kewenangannya. Kemudian ada juga kelompok yang menginginkan presiden dipilih oleh MPR. 

"Saya kira wacana-wacana ini diawal tahun 2020 atau akhir 2019 sempat ramai dibicarakan dan sampai sekarang DPR/MPR tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa mereka menarik agenda mengembalikan GBHN dalam konstitusi kita," ungkapnya.

Selagi wacana itu belum ditarik, ruang atau peluang bagi kelompok-kelompok kepentingan masing-masing untuk melakukan perubahan dalam konstiusi, dikatakan Lucius, pihak-pihak nakal itu seolah mendapatkan angin menunggu waktu kapan mengamandemen untuk mengembalikan GBHN. 

Pada saat yang sama, menurut Lucius, kelompok ini akan muncul termasuk yang paling liar adalah wacana memperpanjang periode masa jabatan presiden.

"Dan ketika ini muncul liar ditengah ruang publik tanpa ada partai politik yang mengklaim, saya kira bisa dimaknai sebagai umpan. Kita tidak tahu pasti apakah di DPR atau MPR pembicaraan terkait perubahan konstitusi terkait masa jabatan ini dibicarakan," katanya.

Pengakuan di akhir tahun 2019 dari PKS misalnya soal adanya pembicaraan terkait masa jabatan presiden dalam wacana mereka mengamandemen amanat konstitusi. 

"Saya kira sulit untuk kemudian percaya bahwa tidak ada parpol yang mengatakan rencana masa jabatan ini," kata Lucius.

Lucius mengatakan, parpol pasti akan diuntungkan dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden sebab urusan presiden bagian dari urusan parpol. Hanya mereka yang boleh mencalonkan presiden hingga pasti perpanjangan masa jabatan ini akan dinikmati parpol.

"Hanya sekarang bermain langsung memunculkan wacana ini tentu beresiko apalagi nanti tidak jadi itu akan jadi bumerang bagi parpol," kata Lucius.