Dahlan Iskan Menyesal Pernah Jadi Menteri BUMN
Dahlan Iskan. (Foto: Instagram @dahlaniskan19)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengaku menyesal pernah menjadi menteri. Sebab, dirinya merasa gagal untuk membangun BUMN ketika menjadi menteri saat menjabat periode 2011-2014. Salah satunya, karena BUMN di bidang pangan lebih kecil daripada BUMN di bidang bisnis.

Dahlan bercerita, sejak awal ia sudah merasa salah menjadi Menteri BUMN karena tidak setuju dengan keberadaan BUMN yang terlalu dominan. Menurut dia, keberadaan BUMN menghalangi masyarakat dalam berbisnis. Akhirnya, ia setuju dengan keberadaan BUMN namun dengan catatan BUMN harus go public.

"Saya dulu pernah bicara waktu diangkat sebagai Menteri BUMN bahwa sebetulnya presiden salah telah mengangkat saya sebagai Menteri BUMN. Karena sebenarnya saya kurang setuju BUMN itu terlalu dominan. Negara itu kan didirikan untuk mensejahterakan rakyat bukan untuk berbisnis," tuturnya, dalam video conference bersama wartawan, Senin, 18 Mei.

Menurut Dahlan, BUMN menjadikan negara berbisnis. Kemudian seolah-olah membuat negara bersaing dengan rakyatnya. Karena itu, menurut dia, polanya harus diubah. BUMN pangan harus lebih besar dari bisnis.

Dahlan berujar, ketahanan pangan yang merupakan bagian dari ketahanan negara seharusnya dapat dipenuhi dengan membangun BUMN pangan yang super besar.

"Sebetulnya saya merasa gagal ketika jadi menteri adalah ketika mendorong agar BUMN mempunyai perusahaan di bidang pangan yang seraksasa-raksasanya. Karena BUMN ini kan milik negara sedangkan pangan adalah ketahanan negara. Seharusnya jangan sampai BUMN di bidang pangan lebih kecil dibanding BUMN yang di bidang bisnis," katanya.

Lebih lanjut, ia mengaku, sangat malu ketika BUMN di bidang pangan justru kalah kinerjanya dengan bisnis swasta pedagang bakso. Ia menilai, agak memalukan jika BUMN kuat di bidang yang tidak terlalu terkait dengan ketahanan negara, tetapi sangat lemah dalam bidang yang justru secara langsung terkait dengan kepentingan publik.

"Saya merasa gagal di sini. Bahkan saya hampir saja menjadi korban di situ. Waktu itu saya sangat prihatin bahwa BUMN di bidang pangan itu kalah dengan Bakso Blok S," katanya.

Gagal Jadikan Indonesia Eksportir Buah Tropik

Menurut Dahlan, sangat memalukan kemampuan BUMN di bidang ekspor. Padahal, ekspor adalah senjata yang sangat diperlukan oleh negara tetapi BUMN sangat lemah di bidang ini. Ia mengaku, saat menjadi menteri dirinya memiliki misi untuk menjadikan Indonesia unggul sebagai eksportir buah.

"Waktu itu saya menyampaikan kita harus membuat perkebunan Durian 5.000 hektar, perkebunan Pisang 5.000 hektar, pokoknya buah tropik harus menjadi andalan Indonesia. Karena negara-negara maju mereka umumnya memiliki empat musim dan tidak bisa memproduksi buah tropik," tuturnya.

Dahlan beranggapan, masyarakat di negara maju memiliki pendapatannya yang tinggi. Artinya, tingkat konsumsi buahnya sangat tinggi. Sebab, mereka cenderung menjaga kesehatan lebih baik dan menganggap buah adalah salah satu bagian untuk menjaga kesehatan itu.

"Maka keunggulan Indonesia yang wilayahnya panjang sekali dari Barat sampai Timur yang berada di negara tropik, kenapa tidak memproduksi buah tropik yang besar-besaran. Akhirnya waktu saya berhenti menjadi menteri sudah ditanam beribu-ribu perkebunan buah tropik ini di Jawa Barat. Tetapi saya dengar tiga tahun kemudian banyak yang rusak," katanya.

Menurut Dahlan, Indonesia dapat mengalahkan China dengan menjadi eksportir besar buah tropik. Sebab, China tidak dapat menyaingi ini. Keunggulan Indonesia sebagai negara tropis ini lah yang harus dimanfaatkan.

"Indonesia harus unggul dalam produksi buah tropik. Karena itulah senjata ekspor kita yang China tidak bisa melawan. Jadi kita diserbu barang-barang konsumsi dari China, tetapi kita harus bisa menyerbu China dengan buah tropik. Di sana (China) itu sekarang orang mulai gila makan Durian, tetapi Durian yang terkenal adalah Durian dari Thailand dan sekarang dari Malaysia bermiliar-miliar durian diperlukan di sana," ucapnya.

Internal BUMN Tak Sehat

Menurut Dahlan, perusahaan BUMN belum tentu bisa seperti perusahaan swasta yang begitu programnya besar bisa bertahan. Sebab, BUMN sangat terkait dengan masalah politik, ketika terjadi perubahan di bidang politik bisa saja BUMN juga berubah. Sehingga misi jangka panjang biasanya menjadi korban.

Dahlan mengungkap, dirinya memiliki kesulitan yang dialami saat masih menjabat sebagai menteri BUMN. Kesulitan tersebut karena direksi di perusahaan BUMN kerap bertengkar dengan sesama direksi atau direktur utama (dirut).

"Ketika jadi menteri, saya melihat yang sulit di BUMN itu direksinya sering berebut pengaruh. Direksinya sering bertengkar dengan dirut atau sesama direksi," tuturnya.

Menurut Dahlan, sikap para direksi itu diikuti oleh staf di bawahnya, sehingga masing-masing memiliki pengikut di internal. Bahkan, terkadang, direksi perusahaan tersebut juga mencari dukungan dari luar. Mulai dari politisi hingga pejabat yang lebih tinggi.

Dengan demikian, apabila ada lima orang direktur di sebuah perusahaan BUMN, kata dia, maka bisa saja masing-masing direktur memiliki bos sendiri.

"Gejala seperti itu sangat tidak baik. Apalagi direksinya kadang mencari backing di luar, apakah dia politisi atau pejabat yang lebih tinggi. Ketika saya jadi Menteri BUMN, saya tidak mau hal itu terjadi. Saya hanya mau dirut. Direktur loyalnya harus pada dirut," jelasnya.