Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bersurat meminta supaya keputusan yang tertuang dalam berita acara rapat koordinasi tindak lanjut hasil asesmen TWK tertanggal 25 Mei lalu dicabut.

Surat ini dikirim ke pimpinan KPK, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, dan MenPANRB Tjahjo Kumolo. Selain itu, surat ini juga dikirimkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto.

"Atau setidaknya mengklarifikasi peran keikutsertaanya yang memutuskan untuk melakukan perampasan hak 75 pegawai tanpa landasan hukum yang sah dan juga agar mencabut stigmanisasi kepada 75 pegawai yang menstigmakan 75 pegawai tidak setia dan tidak taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah yang sah," kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK nonaktif Hotman Tambunan dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Selasa, 22 Juni.

Lebih lanjut, dia juga mempertanyakan sikap Ketua KPK Firli Bahuri yang menarik lembaga lain untuk memberhentikan pegawainya sendiri. Sikap ini terlihat dari berita acara pada 25 Mei lalu di mana berita acara tersebut ditandatangani empat lembaga yaitu KASN, LAN, KemenPANRB, Kemenkumham, dan BKN.

"Sangat mengherankan, untuk memberhentikan pegawai saja, Ketua KPK merasa perlu mendapat dukungan dari berbagai lembaga, padahal lembaga-lembaga tersebut tidak berwenang memberhentikan pegawai KPK," ungkapnya.

Selain itu, Firli juga dianggap menyeret Dewan Pengawas KPK dalam keputusan menghentikan puluhan pegawainya meski kemudian diklarifikasi jika mereka tak ikut menyetujui Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021. Sebab, hal tersebut merupakan kewenangan pimpinan bukan tugas dewan pengawas.

"Kami merasa ini adalah bentuk kesewenang-wenangan pejabat negara, tidak ada aturan yang memberi kewenangan kepada mereka untuk ikut memutuskan pengangkatan dan pemecatan pegawai KPK," tegas Hotman.

"Perbuatan seperti ini adalah kategori kesewenang-wenangan yang sangat dilarang sebagaimana pasal 17 dan 80 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, pada proses peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) terdapat 75 orang yang dinyatakan gagal karena tidak lulus TWK. 

Mereka yang tidak lolos di antaranya penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid juga sejumlah penyidik maupun penyelidik lain. Hal ini lantas memunculkan isu penargetan terhadap para pegawai tersebut utamanya mereka yang menangani kasus korupsi kelas kakap.

Selanjutnya, mereka yang tidak lolos tersebut itu dinonaktifkan sehingga tak bisa menjalankan tugasnya sebagai pegawai KPK. Hanya saja, belakangan KPK mengatakan akan memecat 51 dari 75 pegawai mereka yang dinyatakan tak lolos karena tidak bisa dibina.

Sementara sisanya, sebanyak 24 pegawai akan dibina terlebih dahulu melalui pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan tapi mereka juga bisa dipecat jika dinyatakan tak lulus.