DKI Jakarta Diminta Bersiap Relaksasi PSBB
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 di Indonesia belum berakhir. Namun kesulitan ekonomi makin terasa di tengah masyarakat. Banyak dari mereka yang tidak bisa menjalankan aktivitas keekonomian akibat aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak menilai, Anies Baswedan perlu bersiap melonggarkan PSBB di Ibu Kota Jakarta.  

"Pemprov DKI Jakarta sudah harus bersiap-siap untuk relaksasi PSBB. Bukan hari sekarang, mungkin bulan Juli bisa dipertimbangkan. Sebab, relaksasi itu suatu hal yang niscaya," kata Jhonny saat dihubungi, Senin, 18 Mei.

Menurut anggota bidang kesejahteraan masyarakat ini, banyak maskarakat yang terpaksa melanggar aturan PSBB karena tak bisa mempertahankan daya ekonomi mereka. Terlebih, pembagian bantuan sosial dinilai tidak menjangkau seluruh masyarakat yang membutuhkan.

"Di daerah saya, warung-warung makan itu ramainya bukan main. Masyarakat yang melakukan pembangkangan (PSBB) adalah orang-orang yang menyangkut urusan perut. Mereka berpikir COVID-19 bisa sembuh sendiri, tapi kalau lapar bisa enggak kenyang dengan sendirinya," ujar Jhonny.

Tak dapat dipungkiri, tutupnya tempat usaha akibat PSBB tak hanya merugikan kondisi ekonomi masyarakat, namun juga berimbas ke pemasukan daerah karena pendapatan dari pajak menurun.

Terlebih, Pemprov DKI juga mengusulkan adanya keringanan bagi masyarakat berupa pemberian diskon Pajak Bumi Bangunan (PBB) 50 persen di bulan Mei, 30 persen di bulan Juni, dan 20 persen di bulan Juli. Dengan begitu, pemasukan daerah semakin berkurang.

"Cash flow DKI saja sudah terancam. Ini yang harus kita pikirkan. Mau sampai kapan lagi kita sanggup seperti ini?" cecarnya.

 

Namun, menurutnya, bukan berarti relaksasi dilakukan dengan mengendurkan protokol pencegahan COVID-19. Upaya menjaga jarak, penggunaan masker, dan rajin mencuci tangan mesti terus diterapkan.

Lebih lanjut, usulan relaksasi PSBB tersebut disarankan cukup melonggarkan aturan yang berkaitan dengan masalah ekonomi terlebih dahulu. Sementara, pembatasan di bidang pendidikan, sosial, dan budaya masih belum memiliki urgensi untuk direlaksasi.

"Mungkin relaksasinya hanya untuk bidang-bidang tertentu dulu, yang menyangkut menggerakan roda ekonomi kita. Jangan terlalu keasyikan berbicara dari aspek kesehatan dan pengobatan. Tapi paling tidak mempersiapkan bahwa relaksasi ekonomi adalah sesuatu yang niscaya," pungkasnya.