Pro Kontra Relaksasi PSBB yang Disampaikan Mahfud MD
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, saat ini pemerintah sedang memikirkan langkah relaksasi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, pemerintah tak boleh gegabah mengingat angka pasien positif COVID-19 saat ini masih terus bertambah.

Kata Mahfud, relaksasi PSBB masih dipikirkan baik-baik oleh pemerintah. Langkah relaksasi PSBB dilakukan, klaim dia, karena banyak masyarakat yang mengeluh tidak bisa beraktivitas. Termasuk untuk bekerja. Alhasil, hal itu menghambat ekonomi masyarakat. Padahal, pembatasan ini seharusnya tak boleh membuat ekonomi menjadi terhambat.

"Ekonomi tidak boleh macet, tidak boleh mati. Oleh sebab itu Presiden mengatakan ekonomi tetap harus bergerak dan tetap sesuai dengan protokol kesehatan," kata Mahfud kepada wartawan, Minggu, 3 Mei.

Mantan Ketua Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai, relakasi ini menjadi jawaban atas keresahan masyarakat. "Ini yang kemudian disebutkan perlu dilakukan relaksasi. Relaksasi itu bukan melanggar protokol kesehatan," tegas Mahfud.

Namun begitu, semua masyarakat harus mengikuti protokol kesehatan dengan ketat. Seperti, mencuci tangan, menggunakan masker, dan physical distancing atau menjaga jarak. Hal ini untuk menghentikan penyebaran COVID-19 saat relaksasi nanti.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Melki Laka Lena menilai, relaksasi PSBB bisa dilaksanakan. Namun, harus dipastikan relaksasi tersebut diikuti dengan pemenuhan protokol kesehatan yang ketat. Nah, dan jika ada masyarakat yang melanggar maka ada penindakan secara tegas.

"Relaksasi boleh dengan prinsip social distancing dan physical distancing ketat. Sanksi dan penegakan dilakukan secara tegas sesuai aturan untuk mendisiplinkan," ujar Melki.

Ilustrasi physical distancing. (Ilham Amin/VOI)

Dengan begitu, dia minta pemerintah memastikan semua keputusan sesuai dengan protokol kesehatan. Hal ini untuk mencegah penyebaran COVID-19 meski masyarakat nantinya bisa leluasa bergerak.

Ketua II Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Provinsi DKI Jakarta Catur Laswanto justru menilai sebaliknya. Kata dia, kewaspadaan terhadap penyebaran virus di DKI Jakarta tak boleh menurun.

Apalagi penambahan kasus positif COVID-19 di wilayah yang sudah menjalankan PSBB sejak 10 April ini, masih terus terjadi. Sehingga tak ada alasan bagi mereka untuk melonggarkan pemberlakuan pembatasan sosial tersebut.

"Kewaspadaan terhadap penyebaran COVID-19 tidak boleh menurun atau kendur. DKI Jakarta masih terus melaksanakan PSBB bahkan dengan lebih tegas melalui penindakan dan sanksi," kata Catur.

Dengan adanya penindakan tegas dan sanksi tersebut, dia berharap masyarakat bisa mematuhi aturan PSBB yang berlaku di DKI Jakarta dan sehingga penyebaran virus ini bisa segera terputus.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Defny Holidin menyatakan, tak tepat jika relaksasi PSBB dengan alasan agar masyarakat bisa mencari nafkah dan ekonomi tetap berjalan di tengah pandemi COVID-19.

"Saya pikir tidak tepat relaksasi PSBB saat ini dilakukan. Kasus infeksi saat ini sudah menyebar dari zona merah ke daerah lain," kata Defny.

Selain masyarakat, menurut dia, pemerintah juga tak taat menjalankan prosedur pembatasan tersebut. Salah satu contohnya, saat ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tetap memberikan izin terhadap sejumlah perusahaan yang diminta Pemprov DKI Jakarta untuk berhenti beroperasi selama PSBB.

Bagi Defny, jika ingin perputaran ekonomi tetap terjadi dan kebutuhan masyarakat terpenuhi maka yang paling tepat adalah pemerintah harus memperbaiki kebijakan mereka agar bantuan bisa diberikan secara tunai, bukan melalui pelatihan online.

Lagipula, pengamat ini menilai tidak mungkin pemerintah bisa mengontrol dan memastikan masyarakat mematuhi protokol kesehatan ketika relaksasi PSBB agar penyebaran tak terjadi. Mengingat, pembatasan saat ini saja belum diikuti oleh semua pihak.

"Masyarakat itu pada dasarnya merupakan entitas tak terstruktur. Sekadar imbauan saja tak akan efektif apalagi pengawasan lemah," tegasnya.

"Usulan pelonggaran PSBB hanya mengulangi kelalaian kebijakan sejak awal pandemi ini terjadi," tutup Defny.