Bagikan:

DENPASAR - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali, Jamaruli Manihuruk menyebut petugas Lapas Perempuan Klas IIA Denpasar sudah diperiksa polisi. Petugas diperiksa terkait kasus 21 orang napi perempuan mabuk disinfektan oplosan hingga satu orang meninggal.

"Anggota kita, sudah dipanggil polisi mulai ada peristiwanya sudah langsung dipanggil. Hampir, semua yang jaga dipanggil," kata Jamaruli, di kantor Kemenkumham Bali, Rabu, 16 Juni.

Bila petugas kedapatan lalai terkait kasus mabuk disinfektan oplosan, Jamaruli menegaskan bakal memberi sanksi.

"Bisa juga dapat sanksi kalau ada kelalaian di sana. Tapi ini (urusan) polisi saya tidak mau mencampuri, nanti dikira saya membela anggota, kalau memang salah iya salah aja, kalau benar iya benar," ujarnya.

"Iya biasanya dikenai sanksi, bisa saja sampai pemecatan. Tapi, iya harus pemeriksaan kita tidak mau terburu-buru mengatakan dikenakan sanksi ternyata tidak," ungkapnya.

Disinfektan yang dioplos napi perempuan sebenarnya untuk penyemprotan pencegahan COVID-19 di lapas. Namun napi perempuan menggunakan disinfektan dengan campuran sari buah untuk mabuk. 

"Ini sebenarnya prokes, yang memang dianjurkan ada di situ. Iya, kalau disalahgunakan kita tidak terpikir akan disalahgunakan karena memang itu untuk disemprot-semprot," jelasnya.

Saat ini tersisa satu orang napi perempuan  yang dirawat di RSUP Sanglah. Belum diketahui siapa pencetus ide mabuk dengan disinfektan oplosan. 

"Ini kan, karena satunya masih di rumah sakit dan yang lainnya belum mengaku mereka. Hanya, mengatakan ikut minum dan ikut ngoplos apa tidak mereka tidak mengaku. Tapi itu tidak cukup pengakuan mereka saja, kita cari juga siapa otaknya dari situ nanti akan menyebar," ujar Jamaruli.