Bagikan:

JAKARTA - Kalimat sederhana yang pas untuk mengungkapkan siapa sebenarnya Toeti Heraty menurut padangan sejawat dan koleganya sastrawan Eka Budianta adalah sosok yang komplit. Dia seorang akademisi, pemikir, aktivis yang juga dermawan. Sementara menurut aktivis media sosial Denny JA almarhumah adalah sosok feminis dan tokoh pemberdayaan perempuan.

Kepergian Toeti Heraty pada Minggu, 13 Juni menyisakan duka mendalam bagi banyak pihak. Bukan hanya pagi anak-anak dan cucunya tapi juga kolega, sahabat, rekan kerja dan banyak pihak yang kerap berinteraksi dengannya.

Meski sudah sepuh, semangat untuk berkarya dan berbuat untuk orang banyak tak pernah padam. Padahal untuk berpergian kian ke mari ia sudah ditemani oleh kursi roda.

Kini mendiang Toeti Heraty sudah pergi untuk selamanya. Jenazahnya dikebumikan di TPU Karet Bivak, Tanah Abang Jakarta Pusat, pada hari yang sama saat ia kembali keharibaan Yang Maha Pencipta. Di sana ayahnya (Prof. Roosseno), penyair Chairil Anwar, novelis Pramoedya Ananta Toer, dan pahlawan nasional Momahad Husni Thamrin juga beristirahat untuk selamanya.

Eka Budianta.(Istimewa)
Eka Budianta.(Istimewa)

Bukan tanpa alasan kalau Eka Budianta memberi predikat mendiang Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi Roosseno adalah sosok yang komplit. “Toeti Heraty dikenal sebagai pemikir paling progresif dan aktivis serba bisa di Indonesia. Kegiatannya bervariasi dari urusan perempuan, hukum, sastra, ekspor rempah-rempah, bisnis penginapan, koleksi lukisan hingga filsafat,” kata Eka Budiatna yang juga Redpel Majalah Mitra, sebuah majalah yang khusus menyajikan artikel tentang filsafat. Di majalah ini Toeti Heraty adalah pemimpin Redaksi sementara Eka Budiatna dan Karlina Supeli sebagai Redaktur Pelaksana.

Karena kiprahnya yang luas dan berbagai  bidang membuat Presiden Joko Widodo menganugerahkan Bintang Budaya Parama Dharma pada peringatan kemerdekaan RI ke 72, Agustus 2017 silam. “Waktu itu Toeti usianya 84 tahun, dan sejak itu pula kerjanya semakin keras karena merasa banyak sekali yang harus dilakukan,” tambah  Budi.

Denny JA.(Istimewa)
Denny JA.(Istimewa)

Sementara itu di mata aktivis media sosial Denny JA, Toeti Heraty adalah sosok feminis dan tokoh pemberdayaan perempuan. Dia pun tak sembarangan memberikan penilaian seperti ini. “Ibu Toeti juga seorang aktivis feminis. Ia generasi pertama tokoh feminis yang gerakannya konseptual,” begitu katanya.

Menurut Denny, mendiang Toeti Heraty tak hanya sebagai pemikir feminis, dia juga terlibat dalam pemberdayaan perempuan. Antara lain melalui Gerakan Suara Ibu Peduli. Itu adalah gerakan nyata yang ia lakukan untuk pemberdayaan kaumnya.

Tradisi Menulis 

Tradisi menulis memang tak asing bagi almarhumah. “Ibu Toeti juga penyair, ia menulis banyak buku puisi. Bahkan dia dianggap satu dari sangat sedikit penyair utama perempuan di dunia lelaki. Ibu Toeti juga pemikir,” kata Denny yang mengimbuhkan kalau almarhumah juga seorang pengajar dan menjadi ketua jurusan Filsafat UI.

Selain itu, masih kata Denny, Toeti juga pengusaha. “Ia memiliki usaha yang mengurus hak paten dan copy rights,” tambahnya.

Soal kedermawanan Toeti diungkap oleh Eka Budianta. “Ia sering memberikan donasi untuk berbagai kegiatan. Dia juga  menyediakan rumahnya untuk kantor organisasi, tempat menginap dan juga galeri untuk berpameran. Dan dia tak segan memberikan apresiasi untuk mereka yang menulis,” terangnya.

Jadi wajar kalau banyak sekali orang yang merasa sedih atas kepergian Toeti Heraty. Apa yang dikemukakan Eka Budianta dan Denny JA hanyalah contoh kecil. Selamat jalan Ibu Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi Roosseno. Karangan bunga dari banyak tokoh seperti keluarga BJ Habibie, Ahok, sastrawan Goenawan Muhammad, Anggota DPR RI Benny K. Harman; Rektor Universitas Indonesia; hingga istri Anies Baswedan, Fery Farhati dan masih banyak lagi adalah bukti bagaimana pergaulannya selama ini.