Ajukan Capres Non Partai, DPD Ingin Amandemen UUD 1945
La Nyalla (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengajak anggota DPD untuk berdiskusi agar pemerintah dan DPR serius membahas ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold secara rasional. 

Sebab menurutnya, presidential threshold terbaik adalah 0 persen. Dengan begitu partai peserta pemilu dapat mengusulkan pasangan capres dan cawapres. 

"Semakin banyak kandidat yang muncul, semakin besar peluang menghasilkan pemimpin berkualitas," ujar La Nyalla saat membuka seminar bertajuk 'Penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan peluang calon presiden perseorangan' di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 8 Juni.

Daripada menunggu, lanjutnya, DPD memilih bergerak cepat agar rakyat tidak dihadapkan terhadap dua paslon. Masyarakat nantinya sambung La Nyalla bisa menetapkan pilihan dan demokrasi semakin sehat.

"Bagi DPD RI salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah amandemen kelima UUD 1945," ucap senator Jawa Timur itu.

Alasannya, kata La Nyalla, amandemen pertama hingga keempat masih menyisakan frasa kalimat dan norma yang memungkinkan lahirnya undang-undang yang merugikan bangsa. Termasuk lahirnya undang-undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mendalilkan mengikuti norma dan frasa kalimat di dalam konstitusi.

Sementara terkait dengan peluang presiden dan wakil presiden perorangan atau dari kalangan non partai, menurut La Nyalla, adalah sebuah impian untuk mengembalikan dan memulihkan hak konstitusional DPD RI dalam mengajukan syarat capres dan cawapres.

"Disebut memulihkan karena bila melihat sejarah perjalanan lembaga legislatif hilangnya hak DPD RI untuk mengajukan capres dan cawapres adalah kecelakaan hukum yang harus dibenahi," ungkapnya.

Dulu menurut La Nyalla, sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR) yang saat itu terdiri dari DPR dan utusan daerah serta utusan golongan. Artinya baik DPR selaku anggota MPR maupun anggota MPR dari unsur daerah sama-sama memiliki hak mengajukan calon.

"DPD RI lahir melalui amandemen ketiga menggantikan utusan daerah, maka hak-hak untuk menentukan kelembagaan di Indonesia seharusnya tidak dikebiri. Termasuk hak mengajukan capres dan cawapres," jelasnya.

"Lagipula DPD memiliki legitimasi yang kuat. Bila utusan daerah dipilih secara eksklusif oleh DPD provinsi maka anggota DPD RI dipilih melalui pemilihan umum secara langsung kepada rakyat. Ini menjadikan DPD RI sebagai lembaga legislatif non partisan yang memiliki hak legislasi kuat. Sehingga hak DPD untuk mengajukan Presiden dan wakil Presiden adalah rasional," sambungnya.

La Nyalla mengatakan, berkaca pada hasil survei Akar Rumput Strategis Consulting (ASRC) yang dirilis pada 22 Mei 2001, ditemukan bahwa 71,49 persen responden ingin calon presiden tidak harus dari kader partai dan hanya 28,51 persen saja yang menginginkan calon presiden dari partai. 

"Ini harus direspon dengan baik, seharusnya DPD bisa menjadi saluran atas harapan 71,49 responden dari survei yang menginginkan calon presiden tidak harus dari partai," kata ketua KADIN Jawa Timur itu.

Karena itu, La Nyalla menggagas amandemen kelima  UUD 1945. Hal ini, kata dia, harus dijadikan momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa.  

Jika partai politik yang di parlemen direpresentasikan melalui DPR dapat mengajukan pasangan capres dan cawapres, tambahnya, maka DPD sebagai representasi daerah idealnya juga mendapat kesempatan yang sama untuk mengusung, misalnya satu pasangan capres dan cawapres.