Bagikan:

JAKARTA - Malam tadi, muncul keramaian warga di depan McDonald's Sarinah, MH Thamrin, Jakarta Pusat. Hal itu dipicu atas antusiasme masyarakat yang ingin membeli makanan sekaligus melihat kondisi penutupan gerai pertama McDonald's di Indonesia pada 10 Mei.

Padahal, saat ini DKI Jakarta sedang menerapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk pencegahan penularan COVID-19 hingga 22 Mei. 

Seorang pegawai swasta bernama Alfred (26 tahun) menjadi salah satu warga yang turut mengunjungi McDonald's Sarinah di hari terakhir pengoperasian restoran cepat saji tersebut. 

Kepada VOI, Alfred bercerita McDonald's Sarinah sudah mulai ramai dikunjungi selepas waktu berbuka puasa, sekitar pukul 19.00 WIB. Di hari itu, McDonald's Sarinah melayani pembelian hingga pukul 22.00 WIB.

Antrean pembelian makanan di McDonald's Sarinah mengular hingga ke luar. Para pembeli, kata Alfred diharuskan mengantre dengan menerapkan protokol kesehatan selama pandemi COVID-19.

"Ada petugas McDonald's yang mengatur barisan pelanggan yang hendak membeli dengan menerapkan physical distancing. Sebelum masuk ke dalam, warga juga dicek suhu tubuh dan diharuskan memakai masker," kata Alfred, Senin, 11 Mei. 

McDonald's Sarinah jelang penutupan permanen (Diah Ayu Wardani/VOI)

Animo masyarakat di hari terakhir sebelum McDonald's Sarinah menutup gerainya semakin meningkat sekitar pukul 21.00 WIB. Ada yang masih mengantre, ada juga yang sekadar melihat situasi. Sampai pada pukul 21.45 WIB, McDonald's menutup antrean dan sudah tak ada lagi pelanggan yang bisa membeli makanan.

Selanjutnya, manajemen menggelar prosesi semacam upacara penutupan, mulai dari kata sambutan dari manager gerai, hingga penutupan tirai sebagai simbolisasi penghentian operasional McDonald's Sarinah.

Halaman parkir depan McDonald's Sarinah kian ramai. Warga banyak yang mendekat untuk melihat proses penutupan yang dilakukan manajemen di dalam gedung. Beberapa dari mereka mengabadikan momen menggunakan ponsel masing-masing.

"Dari luar, banyak warga yang merekam proses penutupan, termasuk saya. Persis di depan McDonald's. Beberapa warga menyalakan lilin, mungkin sebagai ucapan terima kasih atas kenangan yang ditoreh di sana," tutur Alfred. 

Selama keramaian, Alfred tak melihat adanya penertiban dari aparat keamanan yang berjaga di tengah pusat kota tersebut. Padahal, jarak antarwarga di beberapa titik cukup padat. Anjuran pemerintah agar warga menjaga jarak minimal satu meter tak lagi dihiraukan.

Jelang pukul 23.00 WIB, jajaran Satpol PP DKI mendatangi kawasan McDonald's Sarinah. Dari mobil yang diparkirkan di depan lokasi, lewat pelantang suara, petugas Satpol PP meminta warga untuk membubarkan diri.

"Tolong, kepada warga, sekarang masih PSBB. Tidak boleh ada keramaian. Keramaian di depan McDonald's sebaiknya segera dibubarkan," ujar Alfred menirukan imbauan Satpol PP.

Tak lama setelah itu, kata Alfred, manajemen McDonald's dan petugas keamanan gedung Sarinah membubarkan keramaian. Warga berangsur pulang ke rumah masing-masing. 

CaptMcDonald's Sarinah jelang penutupan permanen (Diah Ayu Wardani/VOI)ion

Potensi klaster baru penularan COVID-19

Dalam aturan penerapan PSBB di setiap daerah, warga dilarang untuk berkumpul lebih dari lima orang. Warga juga diminta untuk beraktivias di rumah selama wabah COVID-19 masih merebak.

Atas dasar ini, epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menyatakan keramaian yang terjadi di depan McDonald's Sarinah malam tadi berpotensi menimbulkan klaster penularan COVID-19 baru. Sebab, anjuran PSBB tak lagi dihiraukan oleh warga yang datang ke sana. 

"Hal ini bisa menjadi klaster baru di Jakarta, meskipun klasternya tidak terlalu besar dan kerumunannya tidak terlalu lama. Harusnya (manajemen) McDonald's juga membatasi kegiatan selama PSBB agar tidak terjadi kerumunan seperti ini," kata Pandu saat dihubungi VOI

Berkaca dari kasus sebelumnya, kondisi keramaian terbukti menularakan penyebaran COVID-19. Sebagai contoh, setidaknya ada puluhan orang yang dinyatakan positif COVID-19 akibat berkumpul karena hendak mengikuti acara Ijtima Ulama sedunia yang rencananya digelar di Gowa, Sulawesi Selatan, 19 Maret. Acara ini sebenarnya tak jadi digelar, namun banyak warga yang telanjur datang ke sana.

Kemudian, klaster lain yang terbukti menyebarkan virus corona terjadi saat seminar keagamaan di Gereja Bethel Indonsia di Bandung, Jawa Barat. Dari 637 jemaah gereja yang menjalani pemeriksaan rapid test, sebanyak 266 di antaranya positif COVID-19.