Bagikan:

JAKARTA - Tim peneliti menemukan penerima vaksin COVID-19 Pfizer, memiliki antibodi yang lebih rendah terhadap varian asal India, dibanding dengan vaksin lainnya. 

Dari analisis terhadap 250 sampel, tingkat antibodi ini lebih rendah dengan bertambahnya usia dan menurun dari waktu ke waktu. Temuan ini membuat para peneliti semakin yakin akan perlunya penguat vaksin bagi mereka yang rentan.

Data dari Francis Crick Institute dan National Institute for Health Research (NIHR) UCLH Biomedical Research Centre ini, juga mendukung untuk mengurangi kesenjangan dosis antar suntikan.

Ditemukan bahwa setelah hanya satu dosis suntikan Pfizer, penerima cenderung mengembangkan tingkat antibodi terhadap varian India, juga dikenal sebagai Delta, setinggi yang terlihat terhadap varian Inggris, yang sekarang dikenal sebagai Alpha.

Tetapi, para ilmuwan mengatakan, tingkat antibodi saja tidak bisa memprediksi efektivitas vaksin, serta diperlukan studi prospektif. Menurut para ahli, tingkat antibodi yang lebih rendah, masih bisa melindungi terhadap virus.

Diduga menjadi jenis COVID-19 yang dominan di Inggris, awal menunjukkan varian India dapat menyebabkan peningkatan risiko dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan varian Inggris.

Data Public Health England (PHE) hingga 2 Juni menunjukkan, total 12.431 kasus varian India telah dikonfirmasi di Inggris atau naik 79 persen dari total minggu sebelumnya 6.959 kasus, melansir Sky, Jumat 4 Mei. 

Sementara itu, konsultan Penyakit Menular UCLH dan peneliti klinis senior untuk studi Legacy Emma Wall mengatakan, virus ini kemungkinan akan ada untuk beberapa waktu ke depan. Manusia dituntut untuk tetap gesit dan waspada. 

"Studi kami dirancang untuk responsif terhadap perubahan pandemi sehingga kami dapat dengan cepat memberikan bukti tentang perubahan risiko dan perlindungan," jelasnya. 

"Yang paling penting adalah, memastikan perlindungan vaksin tetap cukup tinggi untuk menjauhkan sebanyak mungkin orang dari rumah sakit," terangnya.

Dia menambahkan, cara terbaik untuk menjaga rawat inap serendah mungkin adalah dengan cepat memberikan dosis kedua dan memberikan booster kepada mereka yang memiliki sistem kekebalan yang lemah.

Untuk diketahui, studi ini adalah yang terbesar yang diterbitkan hingga saat ini yang menyelidiki kapasitas penetralan antibodi yang diinduksi vaksin terhadap varian COVID-19 terbaru pada orang dewasa yang sehat.

Para peneliti telah menyerahkan temuan mereka ke Konsorsium Virologi Nasional Genotipe-ke-Fenotipe (G2P-UK), Kelompok Penasihat Ancaman Virus Pernafasan Baru dan Muncul (Nervtag) dan Komite Bersama untuk Vaksinasi dan Imunisasi (JCVI).

"Data ini tidak dapat memberi tahu kita apakah vaksin akan menjadi kurang efektif dalam mencegah penyakit parah, rawat inap, dan kematian. Kita perlu menunggu data aktual tentang hasil ini," Eleanor Riley, profesor imunologi dan penyakit menular, University of Edinburgh.