SURABAYA - Untuk seluruh warga Kota Surabaya, coba datang ke kantor Kelurahan atau Kecamatan. Cek apakah kamu dianggap layak jadi penerima menerima bantuan terkait pandemi COVID-19 dari pemerintah.
Cara ini dipilih Pemkot Surabaya sebagai bentuk pertanggungjawaban dan keterbukaan informasi publik publikasi data daftar penerima bantuan. Data ini bisa dilihat masyarakat melalui papan pengumuman di kantor kecamatan dan kelurahan. Wakil Koordinator Humas Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya, M Fikser bilang, cara ini untuk tahu siapa saja dan kategori bantuan apa yang diterima tiap warga.
Seperti yang kita tahu, saat ini pemerintah pusat, provinsi hingga tingkat kota, sedang 'bagi-bagi' bantuan untuk meringankan beban masyarakat akibat pandemi COVID-19. Jadi bantuan yang diterima masyarakat bisa bermacam-macam. Makanya pemkot melakukan verifikasi data by name dan by address agar penerima bantuan tidak double.
"Bantuan-bantuan itu supaya penerimanya tidak double makanya diatur. Karena, ada bantuan untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), ada yang untuk warga terdampak," jelas M Fikser di Surabaya, Kamis, 7 Mei.
Kalau kamu belum menerima tapi merasakan dampak pandemi ini, segera melapor ke RW setempat supaya dimasukkan ke dalam aplikasi terdampak. Apabila RW merasa kesulitan, bisa langsung ke kelurahan untuk dibantu diinputkan.
"Di sini kita melibatkan masyarakat untuk melakukan pengecekan data, sehingga pengurus dengan masyarakat itu tahu yang pantas menerima bantuan. Tujuannya agar dikemudian hari tidak ada lagi bantuan yang tidak tepat sasaran,” terangnya.
Penerima bantuan kategori terdampak Covid-19 dengan MBR itu berbeda. Penerima bantuan kategori MBR, sebelumnya telah melalui proses pengecekan atau survei tersediri dengan variable khusus. Variabel untuk bantuan MBR terbilang ketat karena ada indikator khusus yang jadi patokan.
'Banjir' Bansos di DKI
Di DKI Jakarta, bansos malah jadi masalah. Ada banyak masyarakat yang mendapat jatah bantuan lebih dari satu. Mensos Juliari P Batubara bahkan menemukan langsung warga yang mendapat bantuan berlebih. Maksudnya, mereka mendapat bantuan dari Kemensos dan dapat juga dari Pemprov DKI.
"Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover keluarga yang tidak bisa di-cover oleh DKI. Artinya apa? Mereka tidak melayani atau tidak memberikan data yang sama antara penerima bantuan sembako DKI dengan sembako Kemensos," papar Juliari.
"Tapi yang terjadi di lapangan, ternyata datanya sama persis. Ini kami temui tidak di satu-dua titik, tapi di belasan titik. Saya sendiri berdialog dengan RT, RW di lapangan, dan warga," imbuhnya.
Tidak sinkronnya data ini bahkan bikin marah Menko PMK Muhadjir Effendy yang mengaku bersitegang dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Bukan hanya soal data. Pemerintah pusat sedang kebingungan juga dengan anggaran Pemprov DKI yang katanya bisa untuk meng-cover bansos untuk 1,1, juta orang.
"Misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik menarik artinya cocok-cocokkan data bahkan kemarin saya dengan Pak Gubernur, agak saya tegur keras Pak Gubernur, karena kemarin waktu rapat kabinet terbatas, dia menyodorkan data miskin baru di Jakarta itu sekitar 3,6 juta orang beliau menyampaikan akan bisa mengatasi yang 1,1 kemudian sisanya minta ditangani oleh pusat," ujar Muhadjir.
"Kami dapat laporan dari Menko PMK, ternyata DKI yang tadinya cover 1,1 juta warganya, mereka tidak punya anggaran dan minta Pempus yang covering terhadap 1,1 juta," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rabu, 6 Mei.
"Jadi tadinya 1,1 juta adalah DKI dan sisanya 3,6 juta pemerintah pusat, sekarang semuanya diminta cover oleh pemerintah pusat," sambung menteri yang akrab disapa Mba Ani ini.