Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak menyesalkan tersebarnya dokumen rancangan peraturan presiden (perpres) mengenai alat pertahanan dan keamanan Kemenhan dan TNI (Alpahankam) tahun 2020-2024.

Dalam dokumen tersebut, tertulis angka yang dibutuhkan untuk membeli alutsista senilai USD 124.995.000. Jika dikonversikan dalam rupiah, besarnya  sekitar Rp1.760 triliun (Rp1,7 kuadriliun).

Pada rancangan perpres ini, disebutkan Kemenhan akan meminjam uang ke negara lain. Rencana peminjaman juga sudah tertuang dalam rancangan perpres ini.

Dahnil menuturkan, Raperpres mengenai dokumen anggaran alutsista masih dalam proses pembahasan dan pengujian mendalam, bukan dan belum menjadi keputusan final. 

"Dokumen perencanaan pertahanan tersebut adalah bagian dari rahasia negara dan dokumen internal dalam pembahasan yang masih berlangsung sehingga kami sesali ada pihak-pihak yang membocorkan," ujar Dahnil dalam keterangannya, Senin, 31 Mei.

Dahnil menuding motif sang pembocor adalah menjadikan dokumen tersebut menjadi alat untuk mengembangkan kebencian politik. Dahnil bilang pihaknya akan mencari tahu siapa pembocor tersebut.

"Tentu Kementerian Pertahanan akan bersikap tegas untuk mengusut siapa yang bertanggung jawab menyebarkan dokumen tersebut sehingga menjadi simpang siur di publik," tegasnya.

Menurut Dahnil, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, Prabowo ingin membeli alpahankam dengan lebih modern. Sebab, 60 persen alpahankam milik Indonesia sudah usang.

"Dengan demikian, modernisasi alpalhankam adalah keniscayaan, karena pertahanan yang kuat terkait dengan kedaulatan negara dan keutuhan wilayahan NKRI serta keselamatan bangsa harus terus terjaga dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, Kementerian Pertahanan mengajukan sebuah formula modernisasi alpahankam melalui reorganisasi belanja dan pembiayaan Alpahankam," jelas Dahnil.

Selain itu, pembiayaan yang dibutuhkan masih dalam pembahasan dan bersumber dari pinjaman luar negeri. Nilainya, kata Dahnil, dipastikan tidak akan membebani APBN.

"Dalam arti, tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional," ungkap Dahnil.

"Mengapa? Karena pinjaman yang kemungkinan akan diberikan oleh beberapa negara ini diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil, serta proses pembayarannya menggunakan alokasi anggaran Kemhan yang setiap tahun yang memang sudah dialokasikan di APBN, dengan asumsi alokasi anggaran Kemhan di APBN konsisten sekitar 0,8 persen dari PDB selama 25 tahun ke depan," lanjutnya.