JAKARTA - Sektor industri masih berkontribusi besar terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yakni sebesar 19,98 persen pada kuartal I 2020. Peran vital sektor ini masih bisa dipacu meskipun di tengah tekanan dampak pandemi virus corona atau COVID-19.
Melihat angka PDB tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad memacu kinerja sektor industri agar terus mendorong roda perekonomian. Beragam kebijakan juga telah digulirkan, agar operasional manufaktur tetap berjalan dengan mematuhi protokol kesehatan.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam mengaku, telah melakukan pemetaan kepada sektor-sektor industri yang terpukul karena pandemi COVID-19. Dari banyaknya sektor yang terimbas, ada beberapa sektor yang tetap memiliki demand tinggi sehingga bisa memperkuat neraca perdagangan.
Khayam mengatakan, pemetaan tersebut mulai dari sektor industri kecil, menengah, sampai skala besar. Ia mengatakan, 60 persen dari industri berada di level yang sangat terdampak. Sementara 40 persen lainnya, industri yang moderat dan memiliki demand tinggi.
"Hal ini tentunya akan menyebabkan tertekannya pada pertumbuhan industri," katanya, dalam rapat gabungan secara virtual dengan Komisi VII, VI dan IX, Selasa, 5 Mei.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan nonmigas berada di angka 2,01 persen sepanjang kuartal I. Itu membawa dampak pada laju perekonomian nasional yang hanya mampu tumbuh 2,97 persen.
Sementara, sejumlah negara mitra dagang Indonesia ikut terkontraksi sebagai akibat adanya pembatasan aktivitas dan lockdown demi mengendalikan penyebaran COVID-19.
"China pertumbuhan ekonominya merosot hingga -6,8 persen pada kuartal I tahun ini. Selanjutnya, Amerika Serikat anjlok 0,3 persen, Singapura -2,2 persen, Korea Selatan 1,3 persen, Hongkong -8,9 persen, dan Uni Eropa -2,7 persen," jelasnya.
Khayam berujar, sektor manufaktur saat ini masih memiliki permintaan cukup tinggi di pasar, khususnya industri makanan dan minuman. Selain itu, industri terkait sektor kesehatan, seperti industri Alat Pelindung Diri (APD), industri alat kesehatan dan etanol, industri masker dan sarung tangan, serta industri farmasi dan fitofarmaka pun mempunyai permintaan tinggi.
Merujuk laporan BPS, lanjut Khayam, beberapa sektor industri pengolahan nonmigas yang masih mencatatkan kinerja positif sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Sektor tersebut di antaranya adalah industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh 5,59 persen, kemudian industri alat angkutan 4,64 persen, serta industri makanan dan minuman 3,94 persen.
BACA JUGA:
Sedangkan, lanjut Khayam, sektor yang terpukul paling parah meliputi industri otomotif, logam, kabel, dan peralatan listrik, semen, keramik, kaca, karet, mesin, alat berat, elektronika dan peralatan komunikasi, tekstil, serta mebel dan kerajinan.
"Yang terdampak moderat, di antaranya adalah industri petrokimia, industri plastik, dan industri pulp," tuturnya.
Perbaiki Industri yang Terdampak
Khayam memaparkan, persoalan yang dihadapi sejumlah industri saat ini yakni, penundaan kontrak dan pembatalan pesanan, penurunan produksi, penurunan, penjualan serta permintaan yang susut.
"Selain itu, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) karena adanya pengurangan pegawai akibat penurunan kapasitas produksi," katanya.
Tak hanya itu, lanjut Khayam, persoalan lain yang menghambat sektor ini adalah kesulitan mendapatkan bahan baku penolong akibat naiknya harga dan terbatasnya akses ke negara impor. Karena hal ini, Kemenperin menyiapkan solusi untuk memperbaiki kinerja sejumlah industri.
Pertama, pada sektor industri agro, Kemenperin akan berkoordinasi untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk industri agro akibat dampak COVID-19.
Kedua, melakukan fasilitasi dan koordinasi penyerapan produk industri agro dalam negeri. Ketiga, fasilitasi dan penyederhanaan ekspor industri argo.
Kemudian, lanjut Khayam, pada sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil ada tiga rencana yang akan dilakukan Kemenperin. Pertama, akan mengindentifikasi kemampuan produksi bahan dasar pembuatan alat perlindungan diri atau APD, masker, dan sarung tangan.
Kedua, lanjut Khayam, Kemenperin akan melakukan pengadaan mesin atau peralatan peningkatan produksi bahan baku jamu atau herbal terstandar.
Ketiga, verifikasi produsen bahan baku APD dan masker dan verifikasi supply chain dan bisnis matching dengan produsen.
Pada sektor industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika, Kemenperin akan melakukan pengembangan aplikasi pengelolaan darurat bencana. Kemudian, memfasilitasi penanganan industri permesinan yang terdampak COVID-19 dan pengembangan industri ventilator nasional, serta pendampingan industri yang terdampak penyebaran COVID-19 dalam mendapatkan bahan baku industri.
Lebih lanjut, Khayam mengatakan, pada sektor industri kecil, menengah dan aneka, Kemenperin akan mengembangkan wirausaha industri kecil menengah (IKM) dengan target menciptakan 4.365 wirausaha. Kemudian, mengembangkan sentra IKM terdampak COVID-19 dengan memfasilitasi 22 sentra IKM untuk bahan baku dan bahan penolong.
Menurut Khayam, Kemenperin juga akan melakukan restrukturisasi mesin IKM yang terdampak COVID-19 dengan target untuk 41 IKM dan pengembangan produk IKM yang terdampak COVID-19 dengan target 50 produk IKM.