Penerbitan IOMKI Kemenperin Dianggap Pentingkan Ego Sendiri
Ilustrasi pekerja kantoran yang masih bekerja selama PSBB Jakarta (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian telah memberikan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) kepada banyak perusahaan di wilayah yang berstatus Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Padahal, perusahaan tersebut tidak termasuk sektor usaha yang mendapat pengecualian untuk dilarang dalam aturan PSBB. Mereka dapat IOMKI karena dianggap sebagai industri strategis yang bisa dikecualikan agar tetap beroperasi.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono memaparkan, sektor industri yang telah memiliki IOMPI yakni industri agro, industri kimia farmasi, tekstil, logam, mesin, alat transportasi, alat elektronik, industri kecil menengah dan aneka, kawasan industri, dan jasa industri.

Sigit bilang, alasan pihaknya memberikan izin tersebut karena mesti mematuhi Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2020 untuk tetap menjamin operasional industri di tengah pandemi COVID-19.

"Kemenperin menyampaikan kepada Pemda, bahwa masa PSBB ini kegiatan kegiatan sektor industri harus dapat berjalan dengan memenuhi syarat yang ditetapkan," kata Sigit, Selasa, 28 April.

Jakarta via drone yang tampak sepi setelah penerapan PSBB (Tim produksi VOI)

Alasan Sigit mendapat kritikan dari pengamat ekonomi dari INDEF, Nailul Huda. Nailul memahami pemberian IOMKI bagi perusahaan dengan alasan sebagai industri strategis dilakukan untuk menekan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para karyawan. 

Namun, langkah ini dianggap tidak bijak dan mengedepankan ego karena ketidakjelasan kriteria perusahaan yang bisa mendapat IOMKI. Sebab, ketika PSBB di suatu daerah telah berlaku, perusahaan dilarang untuk beroperasi di kantor dan hanya ada 11 sektor usaha yang dikecualikan dalam larangan tersebut.

Sektor usaha yang dikecualikan yakni di bidang kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, kebutuhan sehari-hari, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, serta industri strategis. 

"Seharusnya memang, industri yang masih diperbolehkan beroperasi adalah industri prioritas, seperti yang dijabarkan dalam peraturan PSBB. Tampaknya, masih ada ego sektoral dari Kemenperin yang tidak mau kinerjanya jeblok tahun ini," kata Nailul saat dihubungi VOI beberapa waktu lalu.

Sampai saat ini, telah ada 14.533 izin yang telah diterbitkan Kemenperin. Provinsi terbanyak yang telah memiliki izin ini antara lain Jawa Barat sebanyak 5.185, Banten sebanyak 2.816, Jawa Timur sebanyak 2.606 perusahaan, dan DKI Jakarta sekitar 900 perusahaan.

Oleh karenanya, lanjut Nailul, Kemenperin wajib mengawasi dengan ketat agar perusahaan tersebut tetap beroperasi dengan menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona seperti menerapkan physical distancing.

"Kemenperin harus awasi (perusahaan penerima IOMKI) setiap saat karena mereka sebagai pihak yang bertanggungjawab mengeluarkan IOMKI. Jika ada yang melanggar, harus dicabut IOMKI-nya. Negara harus tegas," jelas dia.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnaker) DKI Andri Yansyah meminta Kemenperin mengevaluasi ulang peruasahaan yang telah mendapat IOMKI. Selain itu, Andri ingin Kemenperin melibatkan Disnaker DKI dalam proses survei hingga penerbitan IOMKI bagi perusahaan di Jakarta.

"Kita minta dilibatkan. Dengan kondisi COVID-19 ini, kepentingan kesehatan harus selaras dengan kepentingan perekonomian. Pemberian IOMKI itu harus betul-betul dipilah benar perusahaan yang punya aspek strategisnya," kata Andri.

Permintaan pelibatan pemerintah daerah ini, kata Andri, disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang telah mendapat IOMKI, padahal bukan merupakan sektor yang dikecualikan dalam larangan pemerintah.

Terlebih, kata dia, proses pengisian formulir online untuk penerbitan IOMKI dari Kemenperin terlampau cepat. Hal itu membuat penyaringan persyaratan operasional kerja tak berjalan maksimal. Sebab, dikhawatirkan, perusahaan tersebut bisa saja mengaku berada di sektor strategis.

"Jangan cuma isi data doang, lalu lima belas menit keluar (izinnya). Survei dulu, dong. Itu yang kita sayangkan," pungkasnya.