Bagikan:

JAKARTA - Sidang kasus dugaan korupsi suap Bansos dengan terdakwa eks Mensos Juliari Batubara terus berlangsung. Sejumlah saksi yang dihadirkan mulai mengungkap fakta dugaan suap Rp32,48 miliar yang dituduhkan kepada Juliari.

Rencananya, jaksa akan menghadirkan kedua mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos, Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW). Kedua saksi tersebut diduga merupakan saksi kunci.

Menanggapi hal ini, Juliari melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail mengatakan, pihaknya telah menyiapkan beberapa pertanyaan kunci kepada dua saksi ini. Sebab, kata Maqdir, sejauh ini belum ada kesaksian yang menyebutkan, ada aliran uang ke Juliari.

"Dalam surat dakwaan hanya diterangkan secara global angka yang diterima JPB, tapi tidak pernah diterangkan sumber dari uang yang diberikan dan diterima oleh JPB," kata Maqdir di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 31 Mei.

"Hemat saya dihadirkannya saksi MJS dan AW untuk didengar keterangannya adalah sebagai upaya JPU untuk mengubah peta kesaksian yang selama ini tidak berpihak kepada Surat dakwaan. Tentu saja sah dilakukan JPU," imbuh Maqdir.

Maqdir mengaku pihaknya akan mendalami detail soal penerimaan uang dan bagaimana caranya uang diterima oleh JBP. Tentunya juga mendalami asal uang yang disebutkan diterima JBP.

"Menggali kebenaran keterangan tentang penerimaan uang yang selalu dikatakan diberikan atau diterima oleh JPB sesuai dengan surat dakwaan," tegas Maqdir.

Apalagi angka yang dinyatakan dalam Surat Dakwaan dinilai cukup besar, sementara dari pengakuan para saksi di BAP, uang yang mereka serahkan hanya sedikit. Berdasarkan BAP, uang yang diserahkan para saksi ke MJS adalah sebesar Rp7,510,000,000 termasuk dari HVS dan AIM.

"Sedangkan dalam Surat Dakwaan dari Harry van Sidabuke sebesar Rp1.280.000.000,00 dan dari Ardian Iskandar Maddanatja, uang sebesar Rp1.950.000.000,00 dan kemudian dari vendor lain Rp29.252.000.000,00," papar Maqdir.

Melihat angka yang sangat timpang ini, lanjut Maqdir, tentu akan menggali secara baik, terutama dari Matheus Joko Santoso.

"Justru kami berharap keterangan MJS dan AW akan semakin memprekuat keterangan para saksi yang sudah menerangkan bahwa tidak ada uang yang diterima JPB," ujar dia.

Sebelumnya, terpidana kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan COVID-19, Harry Van Sidabukke menyatakan tidak pernah memberikan komitmen fee kepada mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.

Dia mengakui, permintaan fee hanya datang dari mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso.

"Tidak diteruskan untuk Mensos (Juliari Peter Batubara). Seperti sudah saya jelaskan, permintaan itu memang dari pak Joko tidak ada dari Pak Juliari," kata Harry saat bersaksi di PN Tipikor Jakarta, Senin 24 Mei lalu.

Dalam persidangan, Harry pun mengakui mengenal sosok Kukuh Ariwibowo yang merupakan staf ahli Menteri Sosial. Dia mengaku dikenalkan kuasa pengguna anggaran (KPA) Kemensos Adi Wahyono kepada Kukuh.

Bahkan Adi sempat meminta dirinya untuk menemui Kukuh. "Hanya disampaikan ke Pak Adi main-main ke atas main ke Pak Kukuh kenalan," ujar Harry.

Meski demikian, Harry menyebut tidak pernah memberikan uang atau membahas kuota pengadaan bansos kepada Kukuh. Karena dia hanya bertemu satu kali dengan Kukuh.

"Saya hanya bertemu pak Kukuh satu kali, apalagi terkait masalah kuota nggak pernah," cetus Harry.

Harry yang mengaku pernah bertemu langsung dengan Juliari saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang sembako. Pertemuan itu berlangsung di gudang PT. Mandala Hamonangan Sude.

Harry mengklaim, dalam pertemuan itu Juliari tidak pernah membahas soal kuota mapun fee pengadaan bansos. "Nggak pernah mendengar (fee bansos)," tandas Harry.