Usulan Sanksi Mudik di Masa Pandemi: Kerja Sosial di RS Penanganan COVID-19
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Masih banyak masyarakat yang tetap ingin mudik ke kampung halaman. Mereka menolak anjuran pemerintah untuk tetap di rumah yang diharapkan dapat memutus mata rantai penularan virus corona atau COVID-19. 

Sebagian dari mereka sampai menggunakan jasa angkutan penyelundupan pemudik dengan barang. Fenomena ini terungkap setelah ada pemeriksaan angkutan yang hendak keluar wilayah Jabodetabek. 

Survei Balitbang Kementerian Perhubungan pada April, menunjukkan sekitar 24 persen warga masih berkeinginan mudik. Jika melihat data pemudik tahun 2019 sebanyak 18,34 juta orang, berarti ada 4,4 juta orang yang masih ingin mudik. 

Ada dua kelompok rawan terpapar COVID-19 dalam satu bulan ke depan, yakni pada 2 pekan sebelum Hari Raya Idulfitri dan 2 pekan sesudahnya. Pertama, kedatangan pemudik di daerah tujuan, kedua kembalinya pemudik ke domisili masing-masing di Jabodetabek. 

Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak menyarankan adanya pemberlakukan sanksi dari Pemprov DKI kepada pemudik yang bandel. Sebab, menurut dia, sebatas teguran tak cukup menimbulkan efek jera. 

Sanksi tersebut, kata dia, adalah mempekerjakan pemudik di rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang menangani pasien COVID-19. 

"Mereka bisa dipekerjakan jadi cleaning service atau pengantar makanan di rumah sakit penanganan COVID-19. Mereka mesti merasakan kekhawatiran penularan COVID-19 serta memakai alat pelindung diri (APD) hingga berjam-jam," kata Gilbert kepada VOI, Selasa, 5 Mei. 

Cara ini, kata Gilbert menjadi solusi agar pemudik membatalkan niat pulang ke kampung halaman dari rasa kekhawatiran penularan COVID-19. Mereka mesti paham bagaimana rasanya menjadi tenaga medis yang berisiko tertular virus corona hingga meninggal dunia.  

"Hukuman atau sanksi buat pelanggar berupa kerja sosial mengurus penderita COVID-19 atau kerja sosial di RS akan membuat pelanggar mengerti pengorbanan tenaga kesehatan selama ini," jelas Ketua Bersama Regional Kantor Regional Asia Tenggara Badan Internasional untuk Pencegahan Kebutaan WHO Vision 2020 tersebut. 

Lebih lanjut, cara ini juga bisa memberikan penghasilan bagi pemudik yang pulang ke kampung halaman karena tak bekerja selama pandemi COVID-19. 

Sebelumnya, juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto (Yuri) menerangkan jika masyarakat menahan diri untuk tidak mudik, maka akan mengurangi penularan virus corona. Dengan begitu, beban kerja tenaga kesehatan juga menjadi lebih ringan. 

"Jangan mudik untuk lindungi semua. Keberhasilan membendung penularan COVID-19 ini akan sangat mempengaruhi perawatan di rumah sakit. Sebab, semakin banyak pasien yang dirawat, akan semakin berat beban kita untuk menurunkan jumlah orang sakit dan meninggal karena COVID-19," ucap Yuri. 

Ia melanjutkan, tidak ada yang bisa menjamin seseorang untuk terhindar dari penularan virus corona selama perjalanan ke kampung halaman, meski melakukan cara sekeras apapun. 

"Akan sangat mungkin kita bertemu dan terpaksa kontak dekat dengan orang tanpa gejala atau orang dengan gejala ringan saat di kendaraan, di terminal, di stasiun, area istirahat, atau di toilet umum sepanjang perjalanan," tutur dia. 

Bahkan, bisa jadi ternyata yang menularkan virus berasal dari warga yang mudik itu sendiri. Mereka membawa virus itu tanpa gejala atau dengan gejala yang ringan, karena berasal dari daerah yang terjangkit COVID-19. Akibatnya, keluarga di kampung halaman sangat berpotensi tertular COVID-19.