PDIP Sebut Ada Pihak Tak Mau UU Perlindungan Data Pribadi Disahkan, Istana atau Senayan?
Dokumentasi - Anggota Komisi I DPR RI Effendi M.S Simbolon di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta (Foto : Arief/Man

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon membeberkan ada pihak yang sengaja menjegal agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tak kunjung masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 hingga disahkan.

"Masih banyak yang mengganggu untuk UU PDP ini tidak lahir. Buktinya kan (pembahasan) enggak jalan-jalan. Boro-boro masuk (prolegnas) prioritas. Kalau bisa, yang menghalangi ini (ingin RUU PDP) keluar dari prolegnas," kata Effendi dalam diskusi virtual bertajuk Darurat Perlindungan Data Pribadi", Sabtu, 29 Mei.

Namun, Anggota Fraksi PDIP ini enggan menjelaskan lebih lanjut apakah pihak yang tak ingin RUU PDP dikebut berasal dari Istana yang notabene pihak pemerintah atau Senayan yang merupakan lokasi Gedung DPR RI.

Saat ditanya, Effendi pun menjawab dengan berkelakar. "Di tengah-tengah, di Jalan MH Thamrin," ucapnya sambil tertawa.

Yang jelas, kata dia, pihak yang merasa rugi jika UU PDP disahkan adalah oknum yang berperan atau memiliki keterkaitan dengan pencurian data pribadi.

"Kita hipotesakan bahwa ada pihak yang selalu berkeinginan meretas (data pribadi) ini. Kalau UU PDP disahkan, yang dirugikan mereka yang curi-curi data itu," sebut Effendi.

Lebih lanjut, Effendi menjelaskan saat ini ada empat poin yang masih belum selesai dalam pembahasan RUU PDP oleh panitia kerja (panja) DPR RI. Pertama, pembahasan mengenai data pribadi yang bersifat elektorinik atau nonelektronik.

"Ini kan bukan UU ITE yang hanya mengatur di dunia maya. Artinya, kalau terjadi peretasan di dunia elektronik dan nonelektronik, apakah itu masuk dalam hal yang dimaksud di RUU PDP ini," ujar Effendi.

Kedua, hak subjek data dan kewajiban pengendali data. "Ini juga belum clear, tarik menarik. (Pemerintah) itu, mereka pura-pura enggak tahu bikin peraturan memberikan kelonggaran," lanjutnya.

Ketiga, masalah perincian jenis pelanggaran data pribadi beserta sanksinya. Keempat, belum diputuskan siapa otoritas independen sebagai pengawas perlindungan data pribadi.

"Empat poin inilah yang masih mengganjal dalam pembahasan di panja dengan pemerintah yang belum rampung. Sehingga, kita meminta perpanjangan masa pembahasan RUU ini," jelas Effendi.