JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini menekankan perlunya kearifan lokal dalam penanganan bencana, berkaca dari pengalamannya menangani banjir yang pernah melanda Kota Surabaya saat dia masih menjabat sebagai Wali Kota.
Risma meyakini jika kearifan lokal terjaga, dimana pemerintah dan masyarakatnya bahu membahu menjaga atau tidak merusak lingkungan, maka bencana seperti longsor dan banjir bisa diminimalisasi.
"Saya sudah buktikan dua periode memimpin Kota Surabaya dimana 52 persen yang dulunya wilayah banjir. Alhamdulillah berkat kerja sama dengan kearifan lokal, daerah itu berubah tidak lagi mengalami banjir,” kata dia dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, dilansir Antara, Jumat, 21 Mei.
BACA JUGA:
Dia teringat saat baru beberapa bulan dilantik menjadi wali kota, hujan besar terjadi dan 52 persen Kota Surabaya terendam banjir. Dia mengaku pernah nyaris menyerah.
“Saya tiga hari tiga malam tidak tidur. Bagaimana ini Surabaya terendam banjir. Saya kelilingi Surabaya, cari apa penyebabnya. Akhirnya di kawasan Jalan Mayjen Sungkono bisa diketahui penyebabnya, dari malam itu juga bisa diatasi,” kata dia.
Di Jalan Mayjen Sungkono rupanya diketahui banyak kabel atau utilitas yang sempat menjadi masalah. Risma langsung membuatkan desain jalur kabel yang tidak mengganggu sistem pengairan untuk mengatasinya.
Selain itu, Risma juga memastikan sistem perairan di Surabaya sudah terkoneksi satu dengan yang lain. Pihaknya juga menambah kapasitas pompa, kapasitas saluran dan juga permainan pintu-pintu air.
Pemerintah Kota Surabaya di bawah komando Risma turut menanami lahan-lahan tandus dan kering termasuk daerah pantai dengan pohon cemara udang dan berbagai bunga-bungaan maupaun akar wangi (rumput vertifer) yang bernilai ekonomis. Ditambah pembuatan embung-embung, waduk yang secara otomatis juga mengatasi pemanasan global.
“Terbukti, kearifan lokal telah menjadikan Surabaya salah satu deretan kota terbersih yang ada di dunia,” katanya. Ia menekankan kepada para pimpinan di daerah, untuk memperkuat kearifan lokal sebagai cara mengurangi efek rumah kaca (global warming).
Sebelumnya, Mensos mengungkapkan hal tersebut dalam kunjungannya ke Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, dalam rangka pemberian bantuan kepada keluarga korban longsor Batang Toru. Ia juga menyampaikan terjadinya bencana alam belakangan ini, tidak lepas dari adanya pemanasan global (global warming).
Kepada jajaran Forkompinda, ia meminta bisa mengikuti sarannya. “Yakinlah tidak saja negara maju, kita juga bisa lakukan itu,” kata Risma.
Tanah longsor Batang Toru, kata dia, menjadi pelajaran berharga dengan harapan peristiwa tidak terulang. Mari perkuat kearifan lokal demi terjaganya lingkungan sekaligus upaya mencegah pemanasan global.*