JAKARTA - Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari menyesalkan sikap Indonesia yang memberikan suara 'No' tentang tanggung jawab untuk melindungi dan mencegah genosida, kejahatan perang, pembantaian etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Sidang Umum PBB, Selasa, 18 Mei.
Menurut politikus Nasdem itu, sikap yang diambil pemerintah RI menunjukkan kurangnya komitmen Indonesia untuk menghapuskan praktik kejahatan kemanusiaan dan genosida.
"Sangat menyayangkan sikap pemerintah untuk resolusi PBB ini. Indonesia yang harusnya secara konsisten dan penuh mendukung penghapusan praktik kejahatan kemanusiaan dan genosida, malah memilih untuk 'Vote No' bersama dengan 14 negara lainnya," ujar Taufik pada wartawan, Jumat, 21 Mei.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, legislator dapil Lampung itu menjelaskan, R2P adalah prinsip dalam hukum internasional yang memungkinkan PBB dan negara anggotanya dapat merespons kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, pembersihan etnis, maupun genosida, dan mendukung PBB untuk mengembangkan deteksi dini mencegah meluasnya kejahatan-kejahatan tersebut.
Dia menegaskan bahwa dalam konteks Indonesia, R2P juga senafas dengan Mukadimah UUD 1945 yang menegaskan komitmen Indonesia untuk aktif menjaga ketertiban dan perdamaian dunia.
Meski juru bicara Kemenlu Teuku Faizasyah mengatakan bahwa sikap RI dalam resolusi ini tidak menentang isu atau konsep R2P-nya tetapi hanya persoalan teknis terkait agenda. Taufik justru menilai dalih prosedural itu hendaknya tidak menghalangi sikap RI jika memang sungguh-sungguh mendukung substansi R2P.
Untuk diketahui, ada 115 negara yang memvoting 'Yes' untuk resolusi PBB ini, sementara 15 negara lainnya memilih 'vote no'. Adapun 15 negara yang memilih 'No' adalah Korea Utara, Kyrgyztan, Nicaragua, Zimbabwe, Venezuela, Indonesia, Burundi, Belarus, Eritrea, Bolivia, Rusia, China, Mesir, Kuba, dan Suriah.