Anak Buahnya Tak Sanggup Benahi Aset Daerah, Anies Diminta Buat Langkah Ekstrem
Edung Balaikota Jakarta (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta Pujiono mengundurkan diri dari jabatannya akibat tak sanggup membenahi masalah aset daerah yang belum dapat diinventarisasi.

Ketua Komisi A DPRD DKI Mujiyono menyebut pengelolaan aset di DKI sejak dulu memang bermasalah. Oleh sebab itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mesti melakukan langkah ekstrem untuk menyelesaikannya.

"Perlu langkah atau kebijakan ekstrem. Tapi, di kemudian hari bisa saja berisiko masalah hukum," kata Mujiyono kepada VOI, Kamis, 20 Mei.

Salah satu cara ekstrem yang dimaksud adalah penghapusan aset. Namun, Mujiyono bilang Anies mesti mengajukan penghapusan daftar aset yang tak ditemukan fisiknya itu ke DPRD.

"Penghapusan aset tidak bisa hanya dengan pembuatan peraturan gubernur. Namun, juga harus dibahas bersama DPRD untuk membentuk peraturan daerah," ucap dia.

Tapi, Anies harus hati-hati dan siap menjalani masalah hukum. Sebab, bisa saja suatu aset dihapus karena tak terinventarisasi selama 20 tahun, lalu suatu saat asetnya ditemukan. 

Karenanya, kepala daerahnya harus mempertanggungjawabkan kepemilikan aset tersebut. "Inilah, harus ada keberanian dari kepala daerah," ungkap Mujiyono.

Terkait pengunduran diri, anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu mundur dari jabatannya per tanggal 17 Mei 2021. Alasannya, Pujiono merasa tidak mampu membenahi persoalan inventarisasi aset DKI.

"Pak Pujiono kan mendapat tugas pengelolaan aset. Dia mengundurkan diri, alasannya karena merasa kurang berhasil dalam melaksanakan tugas sebagai Kepala BPAD, merasa kurang sanggup mengatasi persoalan aset kita," ujar Mujiyono.

 

Kata Mujiyono, memang banyak aset daerah yang status fisiknya tidak ditemukan. Sehingga, ketika fasos-fasum ingin diambil alih oleh Pemprov DKI, hal itu tak dapat dilakukan dan akhirnya aset tak terinventarisasi.

"Contoh, perumahan A harus menyerahkan fasos-fasum kepada negara dengan hitungan sekian. Tapi ini kadang-kadang sudah bertahun-tahun tidak juga diserahkan. Karena sudah terlalu lama, si pengembang sudah tidak ada di situ lagi," jelas Mujiyono.

"Bisa jadi perusahaannya sudah bangkrut atau ganti nama. Pada akhirnya, APBD tidak bisa masuk ke fasos-fasum yang belum diinventarisasi aset DKI," tambahnya.