Anies Kritik Anak Buahnya dalam Menangani Banjir Jakarta
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengkritik kinerja jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI dalam penanganan banjir. Menurut Anies, anak buahnya selalu menanggulangi bencana banjir secara mendadak.

Padahal, kata Anies, banjir adalah masalah klasik yang selalu terjadi setiap musim hujan di Jakarta. Namun, Anies merasa anak buahnya masih menganggap banjir sebagai suatu bencana yang pertama kali terjadi.

"Setiap tahun, kita buat seakan baru banjir pertama kali. Kita anggap ini kejadian insidental. Padahal, kejadiannya tiap tahun, kok," kata Anies dalam tayangan video rapat akun Youtube Pemprov DKI yang dilihat pada Jumat, 7 Agustus.

Respons gagap menghadapi banjir ini, kata Anies, disebabkan tidak adannya standar operasional prosedur (SOP) dalam tiga aspek. Aspek tersebut yakni anitisipasi, penanganan selama ada genangan banjir, dan penanganan sesudah air surut (recovery).

Menurut Anies, jajarannya bisa melakukan sistem peringatan dini (early warning system) banjir karena kedatangan air kiriman dari hulu tiap musim huja bisa diperhitungkan.

"Diskominfotik punya data recordnya. Kalau Bendungan Katulampa tinggi muka airnya sekian, temponya kirimannya sekian, (Pintu Air) Manggarai sekian, lalu wilayah mana yang kena banjir. Itu sudah langsung jadi algoritma yang dipakai memprediksi dan mempersiapkan," ungkap Anies. 

Jadi, nantinya, setelah menerima peringatan ini, para wali kota di DKI bisa langsung memetakan RT atau RW mana yang akan tergenang. Daerah tersebut bisa langsung melakukan penutupan jalan.

Setelah jalan ditutup, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) BPBD bisa langsung membangun tenda pengungsian, serta puskesmas setempat dikondisikan dalam keadaan siaga. "Kesiapan ini baru namanya early warning system," tuturnya.

Kemudian, selama keadaan banjir menggenang, jajaran Dinas Sumber Daya Air mesti langsung bekerja memompa air untuk mengurangi debit aliran sungai yang berimbas ke pemukiman warga.

"Saat air menggenang itu, kita komunikasi dengan PLN untuk matikan listrik. Kita sudah tahu, sebelum kejadian bahwa RT A, B, C, dan D, listriknya harus mati. Ini mestinya dikerjakan sebelum (gardu PLN) basah (terkena banjir)," ucap Anies.

Setelah air surut, Anies menyebut lingkungan bekas banjir mesti segera dibersihkan menggunakan disifektan. Setelahnya, ada antisipasi untuk pemulihan keadaan sosial dan ekonomi.

Oleh sebab itu, Anies meminta BPBD DKI untuk membuat pemetaan daerah rawan banjir per RT sekaligus rancangan SOP dalam aspek antisipasi, saat banjir, dan setelah banjir.

"Dalam waktu 2 minggu, ini harus sudah selesai. Kalau bisa, ini sudah seperti buku pegangan yang bisa jadi pedoman RT, RW, lurah, dan camat," tutup Anies.