JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memberikan atensi terhadap peretasan yang dialami sejumlah anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) dan mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga segera menindaklanjuti secara hukum apabila telah mendapatkan bukti awal yang cukup.
"Secara umum Polri pasti menindaklanjuti sesuatu yang menjadi atensi di masyarakat tidak mungkin membiarkan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta, Rabu.
Ramadhan mengatakan untuk membuat sebuah kejadian itu menjadi sebuah perkara, Polri membutuhkan bukti awal yang cukup untuk ditindaklanjuti.
"Bukti awal yang cukup bisa jadi masyarakat bisa membantu, memberikan bukti-buktinya kepada Polri, itu bisa, namanya itu peran serta masyarakat," kata Ramadhan.
BACA JUGA:
Polri juga menjamin masyarakat yang berpartisipasi membantu mengungkap tindak pidana dilindungi dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi, seperti identitas terlindungi.
Untuk melaporkan hal itu, masyarakat dapat mengomunikasikannya langsung kepada anggota Polri, atau mengirimkan informasi kepada anggota Polri yang dikenal.
"Jadi bisa datang atau telepon juga bisa, mungkin ke anggota yang dikenal," kata Ramadhan.
Ramadhan menekankan, ketika adanya suatu tindak pidana, Polri membuka pintu seluasnya untuk mendapatkan informasi dari masyarakat.
Sebelumnya, sejumlah Anggota Indonesia Corruption Watch (ICW), aktivis LBH Jakarta, serta mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto dilaporkan mengalami peretasan pada Senin, 17 Mei.
Peretasan tersebut diduga terkait dengan Konferensi Pers mengenai "Menelisik Pelemahan KPK melalui Pemberhentian 75 Pegawai".
Para aktivis mengakui bahwa mereka mendapat teror dan mengalami peretasan baik nomor whatsapp, email, media sosial, hingga teror menggunakan nomor telepon yang tidak dikenal.
Kejadian peretasan ini terjadi berulang, sebelumnya dialami pula pada diskusi revisi Undang-Undang KPK pada Maret 2020 lalu.