Novel Baswedan Sebut Korupsi Bansos COVID-19 Rp100 Triliun, Pengamat: Dia Penyidik, Enggak Mungkin Tanpa Alat Bukti
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, pernyataan penyidik KPK Novel Baswedan terkait dugaan penyimpangan bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang nilainya mencapai Rp100 triliun, benar adanya. Sebab sebagai penyidik, Novel pasti sudah memiliki alat bukti atas ucapannya.

"Novel itu kan penyidik, artinya yang diucapkan itu adalah hasil penyidikan. Artinya, dia bukan hanya omongan saja tapi ada basic buktinya. Basic buktinya bisa dari alat bukti yang disita dari para pelaku," ujar Abdul Fickar dihubungi VOI, Rabu, 19 Mei.

"Umpama sudah disalurkan berapa, ternyata dicek wilayah yang disalurkan belum sama sekali, atau hanya sebagian itu bisa dihitung. Artinya enggak mungkin seorang penyidik ngomong tanpa didasari alat bukti," sambungnya.

 

Terkait dengan adanya polemik TWK, menurut Fickar, semestinya pimpinan KPK harus memisahkan mana persoalan manajemen, tugas dan kewenangannya. Terlebih temuan dugaan korupsi bansos Rp100 triliun adalah data yang bagus.

 

"Jadi saya kira tidak akan mengganggu (penyelidikan, red). Ini data yang bagus, tinggal dikembangkan. Ini kan konyol juga dengan menonaktifkan 75 (pegawai, red). Konyol menurut saya Firli ini, dia pikir dia bisa kerja tanpa orang-orang terbaik di KPK. Ini yang mesti diperhatikan," kata Fickar.

Fickar mengatakan, jika kesadaran untuk memberantas korupsi itu ada maka KPK tidak akan berhenti. Artinya, data itu bisa diolah menjadi penemuan.

 

"Yang kedua, KPK tidak harus bekerja sendiri. Umpamanya terjadi di wilayah bisa bekerjasama dengan kepolisian atau penegak hukum setempat, atau kejaksaan setempat. Korupsi itu kan bisa langsung ditangani oleh kejaksaan, jadi saya kira juga bisa bersinergi dengan Jaksa Agung," jelasnya.

 

Menurut Fickar, pernyataan Novel yang menyebut nominal dugaan korupsi tidak akan menjadi bumerang bagi lembaga antirasuah itu.

"Istilah yang digunakan kan diduga. Kedua, penyidik itu enggak akan sembarangan ngeluarin data, dia sudah tahu. Dengan perhitungan bukti-bukti itu udah kelihatan perhitungannya, jadi tidak akan pernah jadi bumerang," katanya.