Bagikan:

JAKARTA - Organisasi kedokteran di Jepang mendesak pembatalan Olimpiade Tokyo, seiring dengan lonjakan kasus positif COVID-19 serta masih rendahnya angka vaksinasi COVID-19 di kalangan medis.

Dilansir Reuters dari Surat Kabar Nikkei Rabu 19 Mei, hingga saat ini jumlah tenaga medis Jepang di kota-kota besar yang telah menerima vaksin COVID-19 kurang dari 30 persen. Sementara Olimpiade Tokyo kurang dari 65 hari lagi.

Angka kabinet yang dirilis minggu ini menunjukkan, tiga bulan setelah dorongan vaksinasi COVID-19 Jepang, kurang dari 40 persen dari semua pekerja medis di negara itu diinokulasi penuh.

Masalah ini terutama di kota tuan rumah Olimpiade Tokyo dan pusat populasi besar lainnya, di mana tingkat pekerja medis yang divaksinasi penuh kurang dari 30 persen.

"Sebagian besar pasokan vaksin COVID-19 terkonsentrasi di rumah sakit besar, dan ada masalah dalam sistem reservasi untuk staf medis," kata surat kabar itu.

Salah satu keluhan dari kelompok penentang penyelenggaraan Olimpiade Tokyo adalah, terlambatnya peluncuran kampanye pemberian vaksin untuk kalangan medis. 

Pada Hari Senin lalu, Asosiasi Praktisi Medis Tokyo yang membawahi sekitar 6 ribu dokter di kota tersebut, mendukung seruan untuk membatalkan Olimpiade Tokyo. 

Seruan ini seiring dengan lonjakan kasus COVID-19 yang menyebabkan rumah sakit kewalahan, sementara seluruh tenaga medis dikerahkan untuk mengatasi situasi yang ada. 

"Kami sangat meminta pihak berwenang untuk meyakinkan IOC [Komite Olimpiade Internasional] bahwa penyelenggaraan Olimpiade itu sulit dan mendapatkan keputusannya untuk membatalkan Olimpiade," kata asosiasi itu dalam surat terbuka 14 Mei kepada Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga yang diunggah ke situsnya pada Hari Senin, melansir The National News.

Pakar kesehatan dan kelompok medis Jepang lainnya telah menyuarakan keprihatinan mereka tentang Olimpiade, sementara petisi online yang menyerukan pembatalan ditandatangani oleh ratusan ribu orang.

Untuk diketahui, jumlah kasus COVID-19 secara nasional di Jepang turun menjadi 3.680 pada Hari Senin, level terendah sejak 26 April, menurut NHK. Tetapi, jumlah infeksi berat mencapai rekor tertinggi 1.235, kata kementerian kesehatan pada Hari Selasa.