DKI Jadi Provinsi Paling Rendah Kepatuhan Jaga Jarak di Tempat Wisata
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut kepatuhan penerapan protokol kesehatan menjaga jarak di tempat wisata di DKI Jakarta dalam periode libur Idulfitri pada 12-15 Mei 2021 paling rendah dari provinsi lainnya.

"Satgas telah memantau kepatuhan masyarakat dalam menjaga jarak pada 24 provinsi di Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi paling rendah tingkat kepatuhan protokol menjaga jarak di tempat wisata sebesar 27 persen," kata Wiku dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 18 Mei.

Provinsi lain dengan kepatuhan menjaga jarak di tempat wisata yang rendah adalah Bangka Belitung 33 persen, Riau 58 persen, dan Sumatera Selatan 62 persen.

Sementara pada kepatuhan memakai masker di tempat wisata, provinsi paling rendah berads di di Bangka Belitung sebesar 33 persen, Sumatera Selatan 58 persen dan DKI Jakarta 60 persen.

"Tentunya saya sangat menyayangkan bahwa Kepatuhan masyarakat menjaga jarak dan memakai masker, bahkan di kota besar seperti DKI Jakarta, mencatatkan angka yang rendah di tempat wisata," ujar dia.

Wiku mengkhawatirkan tempat wisata yang ramai dikunjungi masyarakat dan berpotensi meningkatkan penularan COVID-19 di kerumunan yang terjadi. 

Terlebih, ada 122.899 orang yang mendapat teguran karena tak patuh protokol kesehatan di tempat wisata secara nasional. Angka ini meningkat hingga 90 persen dibandingkan minggu sebelumnya, 5 sampai 8 Mei, yaitu 92.761 orang. 

Wiku bilang, pemerintah daerah harusnya melihat perkembangan penanganan COVID-19 menjadikannya sebagai dasar untuk mengevaluasi kembali operasional sektor wisata di lapangan, sebagaimana tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2021. 

Instruksi tersebut mengatur penerapan skrining secara acak dengan metode tes rapid antigen dan GeNose dilakukan untuk lokasi wisata dalam ruang dan penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk lokasi wisata luar ruangan. 

Lalu, melarang pembukaan lokasi wisata di kabupaten/kota yang masuk zona oranye dan zona merah. Dan jika ditemukan pelanggaran, maka akan dilakukan penutupan lokasi.

Selain itu, kata Wiku, pemda harus melakukan evaluasi kebijakan secara bekala. Sehingga, intervensi berikutnya dapat disesuaikan dan dampak yang terbentuk akibat dari kebijakan tersebut. Baik dari sisi ekonomi maupun perkembangan COVID-19 di masing-masing wilayah.

"Saya yakin, apabila seluruh pemda tegas dan mampu memformulasikan kebijakan yang tepat, dilengkapi kolaborasi yang efektif dengan masyarakatnya, maka kita akan mampu meningkatkan pergerakan ekonomi daerah maupun nasional. Secara bersamaan juga mampu mengendalikan kasus COVID-19," demikian Wiku.