Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah memeriksa lebih dari 10 saksi dalam pengusutan dugaan korupsi program peremajaan sawit rakyat dengan nilai Rp684,8 miliar lebih.

Kepala Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Munawal Hadi mengatakan pemeriksaan tersebut untuk menggali keterangan guna mengungkap dugaan tindak pidananya program peremajaan tanaman sawit di Provinsi Aceh.

"Hingga saat ini, lebih 10 orang saksi yang diperiksa dan dimintai keterangan. Mereka ada yang dari Kementerian Pertanian, ada juga dari Dinas Pertanian Perkebunan kabupaten dan kota di Provinsi Aceh, serta koperasi maupun gabungan kelompok tani penerima program," kata Munawal Hadi di Banda Aceh, dilansir Antara, Kamis, 6 Mei.

Sebelumnya, Kepala Kejati (Kajati) Aceh Muhammad Yusuf mengatakan pengusutan kasus dugaan korupsi program peremajaan tanaman sawit dengan anggaran Rp684,8 miliar tersebut sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

"Sumber anggaran program peremajaan sawit rakyat berasal dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di bawah Kementerian Keuangan RI," kata Muhammad Yusuf

Didampingi Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Munawal Hadi, Muhammad Yusuf mengatakan program peremajaan sawit tersebut berlangsung selama tiga tahun anggaran, yakni 2018, 2019, dan 2020.

Muhammad Yusuf mengatakan tahun anggaran 2018 dikucurkan sebanyak Rp16 miliar. Kemudian, pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp243,2 miliar, dan tahun 2020 anggaran mencapai Rp425,5 miliar.

Program peremajaan sawit rakyat di Provinsi Aceh, kata Muhammad Yusuf, dilakukan atas perjanjian tiga pihak antara Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), koperasi, dan perbankan.

"Permasalahan dalam perkara ini secara garis besar adanya temuan proses verifikasi. Dana diperuntukkan untuk peremajaan sawit tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam setiap kegiatan atau pengadaan," ungkap Muhammad Yusuf.

Selain itu, kata Kajati Aceh, adanya syarat-syarat pengajuan yang tidak sesuai dengan ketentuan berlaku, seperti tumpang tindih alas hak atas lahan para pengusul atau penerima manfaat program.

Seharusnya, kata Muhammad Yusuf, pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat dilaksanakan oleh pekebun melalui kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi.

"Jadi yang mengajukan permohonan itu adalah ketiga pihak tersebut dan permohonannya diajukan ke Dinas Perkebunan kabupaten. Selanjutnya Dinas Perkebunan kabupaten memverifikasi permohonan," kata Muhammad Yusuf.

Kemudian, hasil verifikasi diteruskan ke Dinas Perkebunan provinsi, dan hasil verifikasi selanjutnya diteruskan ke Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI.

Selanjutnya, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI merekomendasikan nama pengusul, lokasi kebun, dan jumlah luas serta mengirimkannya ke BPDPKS sebagai syarat penyaluran dana.

"Penerima dana adalah kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi. Dan para pihak itulah memanfaatkan dana dari BPDPKS untuk peremajaan kelapa sawit," kata Muhammad Yusuf.

Muhammad Yusuf menyatakan penyidik Kejati Aceh sudah meminta keterangan dan pengumpulan data dari pihak-pihak terkait, antara lain pihak BPDPKS Kementerian Keuangan.

Serta Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi Aceh, Dinas Perkebunan dan Peternakan kabupaten, dan para pihak penerima dana program peremajaan sawit rakyat.

"Penyidik terus bekerja mengumpulkan bukti-bukti dan segera para menetapkan para pihak yang bertanggung jawab sebagai tersangka," kata Muhammad Yusuf.