Bagikan:

BANDA ACEH- Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah menyita uang sebesar Rp17,6 miliar dari 10 rekening koperasi terkait pengusutan dugaan tindak pidana korupsi program peremajaan sawit rakyat (PSR) di Kabupaten Aceh Barat.

Kepala Kejati Aceh, Bambang Bachtiar, mengungkapkan bahwa dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Z selaku ketua Koperasi Produsen Mandiri dan SM selaku kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat.

"Dalam kasus ini, penyidik menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni berinisial Z selaku ketua Koperasi Produsen Mandiri dam SM selaku kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat," ujar Bambang.

Selain uang sebesar Rp17,6 miliar, penyidik juga menyita beberapa aset tersangka. Aset yang disita meliputi mobil HR-V dan mobil Chevrolet Colorado beserta surat-suratnya, rumah, dan tanah dengan luas masing-masing 225,5 meter persegi dan 1,307 meter persegi, yang terletak di Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat.

Dalam kasus ini, penyidik juga menerima pengembalian uang dari bantuan program peremajaan sawit rakyat sebesar Rp247,5 juta. Pengusutan dugaan korupsi program peremajaan sawit rakyat berawal ketika Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare pada tahun 2017 mengajukan proposal kepada Badan Pengelola Dana Peremajaan Sawit melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat.

"Selain menyita uang di rekening serta aset berupa rumah dan tanah, penyidik juga menerima pengembalian uang dari bantuan program peremajaan sawit rakyat sebanyak Rp247,5 juta," tutur Bambang.

Meskipun proposal disetujui dan program dilaksanakan dalam 10 tahapan dari tahun 2018 hingga 2020 dengan total anggaran lebih dari Rp75,6 miliar, laporan identifikasi dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala mengungkapkan adanya lahan yang diajukan sebagai penerima program PSR masih berada dalam kondisi hutan dan tidak pernah ditanami tanaman sawit.

Kondisi ini tidak sesuai dengan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan dana program PSR, yaitu lahan dengan tanaman sawit yang berusia 25 tahun dengan produktivitas di bawah 10 ton per hektare. Namun, lahan yang diajukan masih berupa kawasan hutan, semak belukar, dan lahan kosong yang belum ditanami, bahkan termasuk lahan perkebunan sawit dari hak guna usaha (HGU) perusahaan.