Bagikan:

ACEH - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menahan Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Kabupaten Aceh Barat berinisial DA terkait dugaan tindak pidana korupsi program peremajaan sawit rakyat (PSR).

"Sebelum ditahan, DA dipanggil dan diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi program PSR yang dilaksanakan Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, Antara, Selasa, 19 September. 

Tersangka DA ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Banda Aceh. Penahanan tersangka DA selama 20 hari ke depan dan dapat diperpanjang.

Menurut Ali Rasab, alasan penyidik menahan tersangka berdasarkan Pasal 21 Ayat (1) dan (4) KUHAP. Di mana penahanan dilakukan terhadap seorang tersangka berdasarkan bukti yang cukup.

"Kemudian, alasan penahanan karena kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana," kata Ali Rasab Lubis.

Sebelumnya, penyidik Kejati Aceh menetapkan DA sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi program PSR. Penetapan DA sebagai tersangka setelah penyidik menemukan bukti dan keterangan saksi keterlibatannya.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi-saksi dan serta alat bukti lainnya, ditemukan bukti permulaan awal keterlibatan DA dalam dugaan tindak pidana korupsi program PSR," katanya.

Ali Rasab Lubis mengatakan dengan penetapan DA sebagai tersangka, maka sudah ada tiga tersangka dugaan korupsi PSR di Kabupaten Aceh Barat rentang waktu 2018-2020.

Dua tersangka sebelumnya, yakni SM yang juga mantan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat dan ZZ selaku Ketua Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare yang merupakan pengelola program peremajaan sawit rakyat di kabupaten tersebut.

Ali Rasab mengungkap keterlibatan tersangka DA dalam program PSR berawal ketika Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare pada 2020 mengusulkan proposal dana bantuan PSR dengan total anggaran Rp29,29 miliar

"Proposal tersebut diajukan Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare kepada Badan Pengelola Dana Peremajaan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat," kata Ali Rasab Lubis.

Akan tetapi, lahan yang diajukan untuk peremajaan sawit masih berupa hutan yang di dalamnya pepohonan kayu keras, semak belukar, dan lahan kosong yang tidak pernah ditanami kelapa sawit. Selain itu, lahan yang diusulkan untuk mendapatkan bantuan program PSR merupakan perkebunan sawit di area hak guna usaha (HGU) perusahaan swasta.

Hal itu tidak sesuai dengan persyaratan penerima program PSR, di mana syaratnya tanaman sawit berusia 25 tahun serta produktivitas di bawah 10 ton per hektare serta bukan di lahan HGU perusahaan swasta.

"Keterlibatan tersangka DA menyetujui proposal tersebut. Akibat pengelolaan PSR tersebut tidak sesuai persyaratan mengakibatkan terjadinya potensi kerugian negara," kata Ali Rasab Lubis.

Penyidik menyangkakan tersangka DA secara berlapis, primair dan subsidair. Primair melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Sedangkan subsidair, melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam kasus ini, tidak tertutup kemungkinan ada penambahan tersangka baru lainnya," kata Ali Rasab Lubis.