Bagikan:

JAKARTA - Penyulut meriam di Masjid Agung Al A'raf Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten merasa senang dan ikhlas menerima honor Rp100 ribu untuk membunyikan dentuman suara. Suara ini sebagai tibanya berbuka puasa pada Ramadan 1422 Hijriah.

"Mungkin di Banten hanya ada di Rangkasbitung setiap Ramadan masih lestari tradisi dentuman suara meriam," kata Opik, petugas penyulut meriam di Masjid Agung Al A'raf Rangkasbitung, Lebak dilansir Antara, Kamis, 6 Mei. 

Suara dentuman diprediksi sejauh 10 kilometer dan terdengar hingga ke 3 kecamatan. Antara lain, Rangkasbitung, Cibadak dan Kalanganyar. Sejak zaman Belanda, dentuman merupakan satu-satunya media untuk tanda berbuka puasa. 

"Tradisi dentuman suara meriam di Rangkasbitung berlangsung sejak tahun 1928 hingga kini masih dipertahankan," katanya.

Ia mengaku awalnya merasa ketakutan saat menyulut api dimasukkan ke lubang meriam sehingga mengeluar dentuman suara keras. Namun, kata dia, saat ini sebagai penyulut meriam selama 26 tahun merasa tetap senang, meski berisiko ada kecelakaan.

"Bahkan petugas penyulut bernama Sai pada 1956 bagian tangannya terputus ketika hendak menyulutkan meriam locok," kata Opik.

Sekarang meriam locok sudah diganti dengan pipa dan panjang dua meter, yang juga menggunakan bahan peledak dari karbit dan air.

Petugas penyulut meriam juga tidak dilengkapi alat peredam suara dan berpotensi mengalami gangguan pendengaran, karena bisa merusak bagian gendang telinga akibat hentakan ledakan keras. Apabila gendang telinga itu mengalami gangguan, katanya, tentu secara otomatis akan berdampak terhadap gangguan pendengaran telinga atau torek.

"Kami menyulut meriam itu tentu dengan hati-hati mulai mengisi bahan peledak dari karbit hingga menyulut api ke lubang meriam agar tidak mengalami kecelakaan," katanya.

Menurut dia, dirinya merasa senang menyulut hingga terdengar dentuman suara meriam, karena banyak masyarakat setempat yang berkumpul di masjid dapat buka puasa bersama.

Selain itu juga banyak orang tua hingga kalangan anak-anak muda rindu untuk mendengarkan dentuman suara meriam yang berlangsung selama satu sampai dua detik itu.

Mereka orang tua dan kalangan generasi berkumpul di depan masjid untuk mendengar dentuman suara meriam.

Membunyikan meriam hanya dilakukan setahun sekali. Masyarakat disana juga sangat merindukan tradisi unik ini. "Kami tetap berani melaksanakan tugas yang berisiko, karena tidak ada petugas lain yang menjadi penyulut meriam," demikian Opik.