Kejanggalan Bansos DKI: Landasan Hukum Tak Dipublikasi
Jakarta diambil dari udara (Tim voi.id)

Bagikan:

JAKARTA - Pemprov DKI membagikan bantuan sosial (bansos) kepada 1,2 juta keluarga miskin di Jakarta untuk meringankan beban hidup di tengah pandemi COVID-19.  

Namun, ada hal yang janggal dari penyaluran bansos yang telah berjalan 11 hari tersebut. Sampai sekarang, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum mempublikasi landasan hukum, yakni keputusan gubernur tentang pemberian bansos. 

Padahal, setiap kebijakan yang diambil suatu daerah mesti memegang aturan hukum yang menjadi panduan kegiatan, termasuk pengadaan bansos sebagai salah satu penanganan wabah COVID-19. Aturan hukum ini harus bisa diketahui publik. 

Menurut peneliti politik anggaran dari Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, penerbitan keputusan gubernur mesti dilakukan karena sesuai amanat dari Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 Tentang pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Pasal 21 Ayat (3) di Pergub 33/2020 menyatakan bahwa penetapan penerima bantuan social yang diberikan dalam bentuk bahan pokok dan/atau bantuan langsung lainnya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. 

"Namun, kepgub yang dimaksud tersebut belum ada, baik dipublikasi resmi (dalam situs web resmi Pemprov DKI) maupun media pemberitaan," kata Roy pada Minggu, 20 April. 

"Padahal, kepgub ini penting sebagai legalitas formal dalam penyaluran bansos dan menjadi rujukan dalam mengevaluasi ketetapansasaran, efektifitas dan akuntabilitas dana bantuan," lanjut dia. 

Dengan tak terpublikasikannya keputusan gubernur, Roy mempertanyakan kepatutan akumulasi dari sumber data penerima bantuan. Sebab, bansos harus diberikan kepada warga yang kondisi perekonomiannya benar-benar terdampak akibat COVID-19. 

Roy paham bahwa Pemprov DKI telah menyosialisasikan informasi seputar bansos, baik lewat pengumuman resmi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan maupun unggahan di media sosial. 

Sebagaimana yang dijelaskan Anies, basis data penerima bansos adalah mereka yang rutin mendapat bantuan eksisting, yaitu data pemegang KJP Plus, KJMU, Program Pangan Murah, Kartu Lansia, Kartu Disabilitas, PBI BPJS, dan Kartu Pekerja.

Tak hanya itu, bansos juga diberikan kepada keluarga yang penghasilannya di bawah Rp5 juta tiap bulan, karyawan yang di-PHK, dan orang yang terpaksa menutup usahanya akibat COVID-19. 

 Namun, merujuk data yang disampaikan Pemprov DKI, bantuan yang mereka berikan hanya kepada 1,2 juta keluarga. Jika penerima bantuan eksisting pada 2019 saja sudah mencapai angka 1,1 juta keluarga, berarti umlah tersebut baru menyentuh data penerima bantuan eksisting. 

"Penyaluran bantuan paket sembako baru mensasar keluarga penerima bantuan ekisisting. Jadi, kelompok penerima bansos paket sembako belum mensasar kelompok penduduk rentan lainnya yang juga terdampak PSBB," ungkap dia. 

Oleh karenanya, Roy meminta Pemprov DKI lebih transparan dalam mengungkap pendataan penerima bansos untuk warga Jakarta sekaligus menerbitkan keputusan gubernur mengenai bantuan sosial tersebut.

"Tanpa alas hukum yang jelas, dana bansos dapat menimbulkan kerancuan dalam pengalokasian dan distribusinya," ucap dia. 

Sebagai informasi, Pemprov DKI tengah melaksanakan program bantuan sosial selama masa PSBB. Bantuan ini ditujukan untuk masyarakat miskin dan rentan miskin akibat wabah COVID-19. 

Rinciannya, bantuan yang diberikan berupa paket komoditas bahan pangan pokok yakni beras 5 kg 1 karung, bahan makanan berprotein 2 kaleng, minyak goreng 0,9 liter 1 bungkus, biskuit 2 bungkus, lalu masker kain 2 buah, dan sabun mandi 2 batang. Tidak ada pemberian bantuan berupa uang tunai.

Satu paket bansos yang telah didistribusikan dan dikemas oleh Perumda Pasar Jaya itu senilai Rp149.500. Namun, bantuan akan dikirimkan selama empat kali dengan total bantuan Rp600 ribu satu KK. 

Sementara ini, bansos telah didistribusikan sebanyak 100.323 paket ke 14 Kelurahan wilayah Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.