JAKARTA - Pemprov DKI berencana membangun jalur LRT rute Pulogebang-Joglo dengan pengeluaran Rp22,8 triliun. Pembangunan yang bekerja sama dengan pihak swasta yakni Pembangunan Jaya.
Skema yang digunakan untuk membangun LRT Pulogebang-Joglo adalah kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha (KPDBU) yang diprakarsai pihak swasta.
Dalam kerja sama ini, Pemprov DKI akan membayar Rp18,9 triliun (83 persen) untuk membangun prasarana. Sementara itu, pihak Pembangunan Jaya hanya mengeluarkan biaya Rp3,9 triliun (17 persen) untuk pengadaan sarana.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo menjelaskan, Pembangunan Jaya telah menyodorkan dokumen studi kelayakan pembangunan LRT ini.
Meski pengeluaran anggaran Pemprov lebih besar, ternyata seluruh pendapatan penjualan tiket (farebox revenue) dan non tiket (nonfarebox revenue) LRT Pulo Gebang-Joglo sepanjang 32,15 kilometer selama 33,5 tahun bakal diserahkan kepada PT Pembangunan Jaya.
Tapi Syafrin mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut. "Sekarang juga kan di LRT, MRT kan tidak ada penerimaan," kata Syafrin kepada wartawan, Selasa, 4 Mei.
Sebab menurut Syafrin, ke depannya Pemprov DKI tidak perlu membayar biaya subsidi operasional ketika LRT rute Pulogebang-Joglo telah beroperasi sampai konsensi 33,5 tahun mendatang.
“Selama tarif yang dihitung oleh mereka dalam dokumen tetap itu yang digunakan, maka tidak ada subsidi dari pemerintah. Dengan demikian, Pemprov DKI tidak ada pengeluaran. Kalau sekarang kan subsidi itu ke MRT, LRT, TransJakarta. Nah, proyek ini tidak perlu ada subsidi,” jelasnya.
BACA JUGA:
Namun, Syafrin mengaku tim Pemprov DKI masih mengkaji usulan dokumen yang dibuat oleh pihak swasta tersebut. "Masih dalam proses penilaian," tambah Syafrin.
Proyek LRT ini akan dibangun sepanjang 32,15 kilometer yang terdiri dari 26 stasiun. Proyeksi penumpang 172.500 orang per hari pada tahun 2025 dan tarif rata-rata per penumpang Rp12.343. Masa konsesi 33,5 tahun, terdiri dari periode konstruksi 3,5 tahun dan durasi operasi 30 tahun.