Korea Selatan Gelar Pertemuan dengan Amerika Serikat, Korea Utara Disebut Bakal Lakukan Provokasi
Kim Il Sung Square di Korea Utara. (Pixabay/gfs_mizuta)

Bagikan:

JAKARTA - Korea Utara melontarkan kritik terhadap Seoul dan Washington menyusul pidato Presiden Joe Biden dan rencana pertemuan kedua negara pada 21 Mei mendatang, yang dianggap 'melanggar' sikapt menunggu dan melihat Korea Utara.

Para ahli mengatakan Pyongyang mungkin mencoba untuk mengguncang tetangganya dan Amerika Serikat dengan sejumlah provokasi, sebelum pertemuan antara Biden dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Ini bisa melibatkan penutupan organisasi Korea Utara sendiri dalam hubungan antar-Korea atau peluncuran rudal jarak pendek.

Kritik Korea Utara disampaikan oleh Kim Yo-jong, saudari perempuan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, serta Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, yang dimuat oleh kantor berita Korea Utara KCNA.

Dalam pidato pertamanya di depan Kongres, Presiden Joe Biden menyebut program nuklir Korea Utara dan Iran merupakan ancaman serius bagi keamanan Amerika dan keamanan dunia. Ia berjanji untuk mengatasi masalah tersebut dengan diplomasi dan pencegahan yang tegas.

Pernyataan yang dinilai Korea Utara sebagai kesalahan besar. Direktur Jenderal Urusan Amerika Serikat, Kementerian Luar Negeri Korea Utara Kwon Jong-gun menyebut, pernyataan Biden bisa menimbulkan situasi yang sangat serius.

Kwon mengatakan,  diplomasi dan pencegahan tegas adalah papan palsu untuk menutupi tindakan bermusuhannya, serta cara untuk memberikan ancaman nuklir ke Utara. Ia menyebut, kebijakan Korea Utara akan mengambil tindakan yang sesuai. 

"Sekarang inti dari kebijakan DPRK baru Amerika Serikat telah menjadi jelas, kami akan dipaksa untuk menekan langkah-langkah yang sesuai, dan seiring waktu Amerika Serikat akan menemukan dirinya dalam situasi yang sangat serius," kata Kwon. Seperti melansir Korea Times, Senin 3 Mei DPRK adalah singkatan dari nama resmi Korea Utara, Republik Demokratik Rakyat Korea.

Dalam siaran pers terpisah, Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengutuk pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price pekan lalu, yang menyatakan keprihatinan atas situasi hak asasi manusia di Korea Utara. Price juga menyebut rezim tertutup Korea Utara salah satu negara paling represif dan totaliter di dunia.

"Ini menjadi tanda nyata bahwa mereka bersiap untuk pertarungan habis-habisan dengan DPRK, dan ini juga merupakan jawaban yang jelas tentang bagaimana kita harus mendekati pemerintahan baru di Amerika Serikat," bunyi pernyataan tersebut.

Sementara itu, Kim Yo-Jong mengkritik Korea Selatan karena membiarkan salah satu organisasi pembelot Korea Utara menerbangkan selebaran anti-Kim Jong-un ke Korea Utara pekan lalu. 

Dalam pernyataannya Kim menyebut hal tersebut sebagai provokasi yang tidak dapat ditoleransi. Kim pun menyebut otoritas Korea Selatan sekali lagi gagal menghentikan tindakan sembrono pada pembelot Korea Utara. 

Organisasi dimaksud adalah Fighters for a Free North Korea, sekelompok pembelot Korea Utara, mengklaim telah menerbangkan balon yang membawa selebaran, buklet dan dolar AS melintasi perbatasan pada Jumat pekan lalu. 

Ini terjadi beberapa minggu setelah Korea Selatan mengkriminalisasi tindakan semacam itu lewat undang-undang, meskipun ada kritik dari beberapa anggota parlemen Amerika Serikat dan kelompok hak asasi internasional. 

Beberapa jam setelah komentar Kim Yo-jong, Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengumumkan polisi sedang membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus selebaran itu. 

korea utara
Korea Utara Penembakan KN-23 tahun 2013 (Rodong Sinmun via missilethreat.csis.org)

Reaksi Korea Utara

Menghangatnya kondisi di Semanjung Korea menurut sejumlah pengamat berpotensi menimbulkan provokasi dari Korea Utara, yang menargetkan Korea Selatan dan Amerika Serikat.

"Korea Utara mengumumkan rencana untuk meningkatkan kekuatan militer dan kemampuan nuklirnya selama Kongres Partai Buruh Korea yang berkuasa kedelapan pada bulan Januari, dan akan tetap pada rencana perjalanannya untuk membangun senjata," kata Cheong Seong-chang, direktur Pusat Studi Korea Utara di Institut Sejong. 

"Untuk ini, Korea Utara kemungkinan akan menggunakan pernyataan Joe Biden baru-baru ini sebagai dalih, dan melakukan beberapa provokasi sederhana seperti meluncurkan rudal jarak pendek sebelum KTT Korea Selatan-AS," jelas Cheong.

Cheong mengatakan, Pyongyang diperkirakan akan membatasi tingkat provokasinya mengingat ungkapan yang relatif moderat dalam pernyataan dari direktur kementerian luar negeri Korea Utara. Menurut dia, Kwon, yang dikenal sebagai garis keras, meredam retorikanya dengan Biden sebagai kepala otoritas dan pernyataannya sebagai kesalahan, alih-alih provokasi. 

"Mengingat KTT Korea Selatan-AS sudah dekat, ada kemungkinan satu atau dua peluncuran rudal jarak pendek oleh Pyongyang untuk menekan Seoul agar menerapkan pengaruhnya terhadap kebijakan Washington di Korea Utara," tukas Cheong.

Mengenai pernyataan Kim Yo-jong terkait selebaran tersebut, Cheong mengatakan Korea Utara dapat menghapus organisasinya dalam hubungan antar-Korea, termasuk Komite untuk Reunifikasi Damai Korea (CPRK).

"Kim tidak merinci reaksi apa yang akan terjadi, dan itu berarti Korea Utara mungkin menunggu tanggapan pemerintah Korea Selatan sebelum mengambil langkah selanjutnya," kata Kim. 

"Dalam sambutannya sebelumnya, dia memberikan petunjuk untuk menghapuskan CPRK dan organisasi terkait Korea Selatan lainnya, dan ada kemungkinan bahwa Pyongyang sedang mempertimbangkan ini sebagai opsi yang layak," paparnya.

Untuk diketahui, pada Juni tahun lalu, Korea Utara meledakkan kantor penghubung antar-Korea di Gaeseong, setelah Kim Yo-jong mengecam kampanye pengiriman selebaran oleh para pembelot.