Bagikan:

JAKARTA - Tepat pukul 03.00 WITA, cadangan oksigen KRI Nanggala-402 habis. Namun belum ada kabar terbaru dari kapal selam dengan 53 awak yang hilang di perairan Bali. #prayfornanggala402.

"Pokoknya sampai batas waktu besok jam 03.00, dimaksimalkan hari ini," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Achmad Riad dalam konferensi pers di Base Ops Lanud Ngurah Rai, Badung, Bali, Jumat, 23 April. 

Wilayah pencarian yang disasar adalah 60 mil dari perairan Utara Bali. Hal ini berdasarkan temuan tumpahan bahan bakar yang telah ditemukan Kamis, 22 April.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono memastikan kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan Bali layak digunakan meski berusia tua. Apalagi, kapal selam ini sudah mendapatkan surat kelayakan dari Dinas Kelaikan Materiel Angkatan Laut.

"Kapal selam Nanggala-402 ini dalam keadaan siap, baik personel maupun material. Personelnya lengkap, materialnya pun sudah dapat surat kelayakan Dislaikmatal," kata Yudo dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Puspen TNI, Kamis, 22 April.

Dia mengatakan, kapal ini dibuat di Jerman pada 1977 dan diterima oleh TNI AL pada 1981. Selama ini, Nanggala-402 memiliki riwayat melakukan 15 kali penembakan torpedo kepala latihan dan menembak torpedo kepala perang sebanyak dua kali.

"Jadi KRI Nanggala dalam kondisi siap tempur sehingga kita kirim, kita libatkan untuk menembakkan torpedo kepala latihan dan kepala perang," tegasnya.

Laksamana Yudo Margono menyebut kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan utara Bali memiliki cadangan oksigen hingga 72 jam setelah dinyatakan hilang.

"Soal kemampuan oksigen KRI apabila kondisi blackout seperti sekarang ini, itu mampu 72 jam. Jadi kurang lebih tiga hari," kata Yudo dalam konferensi pers, Kamis, 22 April.

"Jadi kalau kemarin saat hilang kontak jam 03.00, sehingga nanti bisa sampai hari Sabtu jam 03.00 sudah 72 jam," imbuhnya.

Operasi Pencarian di 9 Titik

Operasi pencarian KRI Nanggala-402 masih dilakukan. Ada sembilan titik operasi pencarian di perairan Bali.

"Data yang kami terima sampai sore hari ini ada sembilan titik. Sembilan titik itu termasuk ada yang tumpahan maupun daya magnetnya sangat kuat. Jadi ada sembilan 9 titik tersebar radiusnya jadi jaraknya 23 nautical mile (NM), kurang lebih mungkin sekitar 10 NM luasan," kata Kapuspen TNI Mayor Jenderal TNI Achmad Riad dalam konferensi pers di Base Ops Lanud Ngurah Rai dikutip Antara, Jumat, 23 April.

Selain sebaran titik pencarian, untuk perizinan bantuan kapal dari luar negeri juga sudah terselesaikan, di antaranya kapal Poseidon dari Amerika Serikat dan juga HMAS Ballarat dan HMAS Sirius dari Australia. 

"Kapal Poseidon, Amerika Serikat dan kapal Australia sudah approve. Jadi semuanya sudah clear, dan untuk perjalanannya juga semua sudah ada," katanya.

Terkait dengan alat keselamatan KRI Nanggala-402, Mantan Komandan KRI Nanggala-402 Letkol Laut (P) Anshori menjelaskan bahwa alat keselamatan sudah lengkap dan sesuai dengan standar internasional yang diberlakukan seluruh kapal selam di dunia. 

"Jadi seluruh peralatan-peralatan ini disesuaikan dengan jumlah personel yang ada di dalam kapal, termasuk 53 personel tersebut. Jadi kalau ada personel selain dari 53 orang itu maka personel dari kapal selam di situ otomatis akan dikurangi karena akan menyesuaikan dengan jumlah peralatan keselamatan yang tersedia di dalam kapal," katanya.

BPPT Turun Tangan

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membantu pencarian pencarian kapal selam TNI AL KRI Nanggala-402 yang hilang kontak di perairan Bali.

Untuk membantu operasi pencarian kapal itu, alat magnetometer milik BPPT dipinjamkan. Alat ini sudah dipasang di KN SAR Arjuna milik Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas) untuk mendeteksi anomali intensitas magnetik dalam proses pencarian kapal selam di perairan laut.

"Magnetometer itu digunakan bisa menangkap anomali intensitas magnetik yang cukup kuat," kata Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT Djoko Nugroho dikutip Antara, Jumat, 23 April.

Selain itu, juga ada satu tenaga ahli BPPT yang langsung berada di kapal untuk mengoperasikan alat magnetometer.

"Yang penting sensor atau peralatan magnetometer ini memang setelah ditangkap setelah dikumpulkan datanya kemudian langsung diolah sehingga menjadi suatu informasi saya kira memang butuh keahlian khusus," tuturnya.

Djoko menuturkan jika ditemukan anomali magnetik maka harus segera langsung dilakukan pemindaian (scan) dengan menggunakan alat pemancar sonar Multibeam Echosounder (MBES).

"Scan dengan peralatan Multibeam Echosounder dengan tingkat akurasi tinggi seperti yang ada di KR Baruna Jaya dan Side Scan Sonar ini akan memperkuat pencarian," ujarnya.