Bagikan:

JAKARTA - Operasi SAR kapal selam KRI Nanggala-402 makin diburu waktu. Cadangan oksigen makin menipis. Kita dalami persoalan ini. Bagaimana sistem oksigen bekerja di sebuah kapal selam? Apa risiko kehabisan oksigen? Apapun, harapan masih ada.

Cadangan oksigen KRI Nanggala-402 hanya bisa bertahan bertahan selama 24 jam ke depan, begitu kata Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono dalam konferensi pers Kamis, 22 April. Artinya oksigen hanya tersedia sampai Sabtu, 24 April, pukul 03.00 WITA.

Estimasi itu disimpulkan dari kontak terakhir kru KRI Nanggala-402 pada Rabu, 21 April, pukul 03.00 WITA. Sebelum hilang kontak, KRI Nanggala-402 sempat meminta izin melakukan penyelaman di perairan Bali.

Hari ini Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Achmad Riad kembali menegaskan situasi yang terjadi. Atas dasar itu pencarian hari ini akan dimaksimalkan.

(Kapuspen) TNI Mayjen Achmad Riad

"Pokoknya sampai batas waktu besok jam 03.00, dimaksimalkan hari ini," katanya dalam konferensi pers di Base Ops Lanud Ngurah Rai, Badung, Bali, Jumat, 23 April.

Wilayah pencarian akan menyasar di titik 60 mil dari perairan utara Bali. Titik itu ditentukan berdasar temuan tumpahan bahan bakar diduga milik KRI Nanggala-402 pada Kamis, 22 April.

"Jadi wilayah (pencariannya) yang kemarin kita dapatkan dari tumpahan minyak, tumpahan solar, atau apapun yang keluar dari situ. Wilayahnya memang sementara masih di sekitar 60 mil dari perairan utara Bali," kata Achmad Riad.

Sistem pernapasan awak kapal selam

KRI Nanggala-402 (Sumber: Commons Wikimedia)

Blackout sejak awal adalah kondisi yang dikhawatirkan. Di saat mode menyelam normal, sistem oksigen KRI Nanggala-402 dapat terus berjalan. Namun, di kondisi blackout, sistem oksigen hanya mampu bertahan hingga 72 jam.

Kapal selam KRI Nanggala-402 bertenaga diesel elektrik. Kapal milik TNI AU ini memiliki batas waktu beberapa hari dalam keadaan terendam karena mesin harus terus dijalankan dan kapal memerlukan udara saat dalam kondisi terendah sepenuhnya.

Untuk mengisi ulang energi baterai dan bertukar udara segar, kapal menggunakan tiang snorkel, menyembulkannya ke permukaan laut. Mengutip How Stuff Works, Oksigen di dalam kapal selam dirilis lewat generator oksigen, tangki kompresi atau dengan beberapa tabung oksigen yang otomatis bekerja dalam kondisi tertentu.

Oksigen dirilis berkala selama kapal selam beroperasi dalam interval waktu tertentu. Kapal selam juga dilengkapi sistem komputerisasi yang mampu mendeteksi penurunan kadar oksigen di dalam kabin kapal.

KRI Nanggala-402 (Sumber: Commons Wikimedia)

Salah satu hal paling penting dalam sistem ini adalah bagaimana kapal selam memproduksi sumber oksigen dengan memasukkan air laut melalui proses elektrolisis. Dalam kondisi darurat ketika sistem gagal, kapal selam memiliki tangki oksigen berukuran besar yang mampu memasok cadangan kadar oksigen ke lambung kapal.

Selain oksigen, kapal selam juga dilengkapi sebuah sistem yang mengatur kandungan karbon dioksida di dalam kabin. Kita tahu, manusia bernapas dua arah: menghirup oksigen serta mengeluarkannya kembali dalam bentuk karbon dioksida.

Di area terbuka kita tak perlu khawatir dengan karbon dioksida. Namun, di dalam lambung kapal selam, karbon dioksida yang diembuskan dapat menjadi ancaman serius bagi manusia. Di sanalah fungsi sistem pengatur karbon dioksida dalam kapal selam.

Bagaimana caranya? Hal-hal itu dilakukan dengan bantuan soda lime (akrosorb) yang ada di sebuah perangkat yang disebut 'scrubber'. Soda lime adalah penyerap CO2 yang baik.

Bukan cuma untuk menetralisir karbon dioksida. Soda lime juga dapat digunakan untuk menghilangkan kontaminan asam dalam ruangan.

Risiko kehabisan oksigen

Tentu kita berharap seluruh awak KRI Nanggala-402 dapat ditemukan sebelum kehabisan pasokan oksigen. Kekurangan oksigen dapat berbahaya bagi para awak.

Secara umum, keadaan kurang oksigen dalam tubuh disebut hipoksia. Dalam kondisi hipoksia, efek pertama bagi seseorang adalah lemas karena oksigen merupakan komponen penting untuk memproduksi energi.

"Kurangnya oksigen dalam jangka waktu lama akan merusak organ tubuh. Jika mengenai organ-organ tubuh yang vital, seperti otak, dan jantung dapat menyebabkan kematian," ungkap Dokter Nadia Hambali kepada VOI, Jumat, 23 April.

Risiko lain yang dihadapi 53 awak KRI Nanggala-402 adalah paparan karbon dioksida. Seperti disinggung di atas, paparan karbon dioksida di ruang tertutup dapat berbahaya bagi tubuh.

Nadia mejelaskan paparan karbon dioksida itu dapat menyebabkan kelainan yang disebut asidosis repiratorik. Dalam kondisi itu, pH darah menjadi lebih asam.

"Pada keadaan asidosis, pasien bisa merasa sesak napas, sakit kepala dan linglung atau penurunan kesadaran," katanya.

Perkembangan pencarian

Terakhir, KRI Rimau mendeteksi satu titik magnet kuat di wilayah pencarian KRI Nanggala-402. Temuan itu ditindaklanjuti dengan mengerahkan sejumlah kapal, termasuk KRI Rigel.

"Diharapkan siang atau sore hari ini (KRI Rigel, red) bisa segera merapat sehingga langsung bisa established atau membangun dan merencanakan kegiatan pencarian lebih detail," kata Achmad Riad saat jumpa pers di Base Ops Lanud Ngurah Rai, Badung, Bali, Jumat, 23 April.

KRI Rigel adalah salah satu harapan penting. Kapal itu memiliki kemampuan spesifik untuk mengambil gambar tiga dimensi di bawah laut. KRI Rigel dapat dimanfaatkan untuk menangkap berbagai citra di sekitar lokasi pencarian SAR atau full covered.

Untuk melakukan deteksi kedalaman full covered itu, KRI Rigel akan menggunakan Multibeam Echosounder EM2040 dan Side Scan Sonar.  KRI Rigel adalah kapal yang digunakan TNI AL untuk menyediakan data hido-oseanografi atau peta laut untuk navigasi pelayaran.

KRI Rigel disebut sebagai kapal survei bawah laut paling canggih di Asia untuk jenis Bantu Hidro-Oseanografi (BHO). Menurut catatan, KRI Rigel didatangkan atas kerja sama Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan OCEA Prancis.

Selain sebagai kapal survei, KRI Rigel 933 juga dapat digunakan untuk operasi militer. KRI Rigel memiliki persenjataan mitraliur berkaliber 20 milimeter dan kaliber 12,7 milimeter. 

KRI Rigel (Sumber: Commons Wikimedia)

Selain itu, KRI Rigel juga mumpuni dalam kegiatan SAR. Secara spesifik, KRI Rigel adalah kapal berenis Multi Purpose Research Vessel (MPRV). Terkait dengan pencitraan bawah laut, KRI Rigel dilengkapi peralatan Autonomous Underwater Vehicle (AUV).

Peralatan ini berfungsi untuk kegiatan pencitraan bawah laut hingga kedalaman seribu meter. Dengan teknologi itu, KRI Rigel juga dapat mengirim kembali data secara periodik ke kapal utama, dalam hal ini adalah kapal BHO.

KRI Rigel juga dilengkapi Remotely Operated Vehicle (ROV), Laser Scaner --untuk mengambil gambar daratan, Side Scan Sonar, Automatic Weather Station, serta Echosounder Multibeam laut dalam dan singlebeam, hingga peralatan Conductivity Temperature Depth (CTD), dan Gravity Cores.

Secara fisik, KRI Rigel terbuat dari alumunium dengan bobot 560 ton. KRI Rigel memiliki panjang 60,1 meter dan lebar 11,5 meter.

Selain KRI Rigel, pencarian juga melibatkan kapal selam KRI Alugoro. Total ada 21 kapal milik TNI yang diterjunkan.

Selain TNI, empat kapal polisi juga membantu pencarian. Negara-negara sahabat pun mengirim bantuan, mulai dari Malaysia, Singapura, India, dan Australia.

"Semua bantuan akan kita terima. Prosesnya akan dipercepat karena waktu yang kita kejar," kata Achmad Riad.

Sebelumnya, KRI Nanggala-402 melakukan penyelaman sekitar pukul 03.00 WITA, Rabu, 21 April untuk melakukan latihan peluncuran torpedo nomor 8. Komunikasi terakhir dengan KRI Nanggala-402 berlangsung pada pukul 04.25 WITA, yaitu saat komandan gugus tugas latihan akan memberi otorisasi penembakan torpedo.

*Baca Informasi lain soal KRI NANGGALA-402 atau baca tulisan menarik lain dari Rizky Adytia Pramana, Wardhany Tsa Tsia, juga Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya