JAKARTA - Setiap 22 April, warga dunia memperingati Hari Bumi atau Earth Day. Seperti dikutip situs Earth Day, Hari Bumi menandai lahirnya gerakan lingkungan modern pada 1970. Hal ini penting sebab banyak pihak yang menyebut planet tempat kita bernaung ini hampir sudah tak layak huni. Benarkah demikian?
Sejarah Hari Bumi dimulai pada 1960-an hingga 1970an di Amerika Serikat. Saat itu negara Paman Sam sedang mengalami gejolak ekonomi dan politik.
Orang yang pertama kali mencanangkan Hari Bumi adalah pengajar lingkungan Amerika Serikat (AS) Gaylord Nelson pada 1970-an. Tapi, ide Hari Bumi sebenarnya sudah muncul sejak awal 1960-an di AS, ketika orang-orang mulai sadar akan efek penemaran lingkungan.
Berkat Nelson, penduduk dunia memperingati Hari Bumi setiap tahunnya dengan beragam tema. Pada peringatan Hari Bumi 2021, temanya adalah "Restore Our Earth" atau Pulihkan Bumi Kita. Seperti dikutip earthday.org tema Hari Bumi tahun ini berfokus pada proses alam, teknologi hijau yang sedang berkembang, dan pemikiran inovatif yang dapat memperbaiki eksosistem dunia.
Peringatan Hari Bumi tentu menjadi penting sebab banyak pihak menyebut planet tempat kita bernaung ini sudah renta. Salah satunya adalah David Wallace-Wells yang menuliskan pendapatnya secara jelas dalam Bumi yang Tak Dapat Dihuni.
Membuat kelangkaan pangan
Menurut Wallace-Wells, suhu dunia akan naik sampai 8 derajat pada tahun 2100 akibat pemanasan global. Apa dampaknya?
Sebagian orang mungkin menganggap angka kenaikan tinggi. Padahal bila suhu bumi naik satu derajat saja, menurut Wallace-Wells bisa membuat panen padi, jagung, sagu, yang merupakan bahan makanan sehari-hari, bisa turun 10 persen.
Lalu kalau naik 8 derajat, maka produksi pangan akan turun sampai 80 persen. Bila ini terjadi maka berapa juta orang yang akan kesulitan memperoleh makanan?
Selain itu, dampak pemanasan global juga dapapt membuat seseorang yang tinggal di wilayah garis katulistiwa terkena serangan panas seperti di India. Bahayanya, hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami mati muda.
Tenggelam
Kenaikan suhu Bumi juga bisa membuat es di kutub mencair. Banyak bencana yang kemungkinan terjadi bila hal itu menjadi kenyataan.
Misalnya, membangkitkan penyakit-penyekit yang terkubur di bawah lapisan es. Contohnya antraks, yang sudah memakan korban jiwa, sampai terbunuhnya ribuan rusa kutub.
Es kutub selama ini melindungi suhu samudera dengan memantulkan sinar matahari ke angkasa. Tanpa es kutub, laut akan memanas, dan ikan terumbu karang, serta biota laut lainnya musnah atau bermigrasi, sehingga tangkapan nelayan jauh berkurang. Hal itu sudah terjadi di banyak daerah.
Dampak lain dari mencairnya kutub es adalah bukan tidak mungkin membuat New York, London, Jakarta dan lainnya, bisa jadi tinggal kenangan. Hal ini bisa saja terjadi akibat naiknya air laut. Hampir dua per tiga kota besar yang berada di pesisir mungkin akan tenggelam
Yang perlu dilakukan
Kita tidak bisa menahan pemanasan global akibat pembakaran fosil maupun efek rumah kaca. Tapi seperti dikutip Narasi, kabar baiknya kita bisa memperlambat hal itu terjadi.
Selain menggunakan kertas hemat timbal balik dan menolak kantong plastik atau botol plastik. Kita juga bisa lebih memilih peralatan yang bisa digunakan kembali.
Cara lain yang bisa kita lakukan untuk membendung meningkatnya suhu Bumi yakni bisa dengan memelihara tanaman di rumah, maupun tempat kerja. Itu akan membantu menurunkan emisi karbon. Dan cara yang paling berdampak adalah dengan menanam pohon sebanyak-banyaknya.