DKI Belum Ambil Sikap Tegas Peringatan KPK Hentikan Kontrak Swastanisasi Air, Wagub: Kita Pelajari
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan rencana perpanjangan kontrak pengelolaan air minum antara PD PAM Jaya dengan pihak swasta.

Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku pihaknya akan memasukkan rekomendasi KPK dalam kajian keberlanjutan swastanisasi air dengan PT Aetra tersebut.

"Terkait rekomendasi, tentu kami menghargai dan menghormati. Nanti Pemprov, PAM, dan lain akan mempelajari apa isi subtasi dari rekomendasi KPK. Kenapa ada rekomendasi seperti itu, sejauh mana kemenangan kita, masing-masing kita jaga," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat, 23 April.

Saat ini, Pemprov DKI tengah mempertimbangkan apakah akan melanjutkan kontrak swastanisasi air yang telah berlangsung 23 tahun itu atau tidak. Pada prinsipnya, lanjut Riza, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin memastikan bahwa kebutuhan air minum bagi masyarakat terjaga dan terjamin.

"Yang paling penting, kita semua memastikan kebutuhan warga Jakarta terkait air minum harus terjamin dan terjaga baik," ungkap Riza.

Penanggung Jawab Wilayah DKI Jakarta pada Direktorat Korsup Wilayah II KPK Hendra Teja menyebut akan mengusulkan Anies mencabut izin prinsip persetujuan perpanjangan perjanjian kerja sama (PKS) pengelolaan air minum.

“Kami sarankan Pemprov DKI Jakarta menunggu PKS ini selesai pada Februari 2023, kemudian menyerahkan pengelolaannya kepada PAM Jaya," kata Hendra.

Diketahui, DKI telah melakukan kerja sama pengelolaan air minum dengan swasta sejak tahun 1998 selama 25 tahun. Masa kontrak swastanisasi air itu akan habis pada 2023. 

Dalam perjanjian tersebut, PAM Jaya hanya berfungsi sebagai pengawas. Hendra bilang, KPK juga mendapatkan data bahwa mitra swasta terkait relatif tak berkinerja baik di sisi hilir, yaitu terjadinya tingkat kebocoran pipa yang berimbas pada cakupan layanan ke penduduk menjadi rendah. 

Metode take or pay dengan kondisi hilir yang bermasalah berpotensi merugikan PAM Jaya karena berkewajiban membayar 100 persen produksi air dari mitra swasta. Padahal, penyaluran air efektif hanya 57,46 persen. 

Karenanya, KPK meminta Anies tidak memperpanjang kontrak kerja sama tersebut. Sebab, berdasarkan masukan Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta, KPK menemukan adanya potensi kecurangan atau fraud yang dapat mengakibatkan timbulnya kerugian pada PAM Jaya. 

"Kami juga sarankan Pemprov DKI Jakarta mencabut SK Gubernur Nomor 25 Tahun 2003 yang membatasi tugas PAM Jaya hanya sebagai pengawas mitra swasta. Aturan ini tak sesuai dengan Perda DKI Nomor 13 tahun 1992,” ungkap Hendra.