KPK Cium Potensi Korupsi Rencana Perpanjangan Kontrak Swastanisasi Air Anies dengan Aetra
Balai Kota DKI (Diah Ayu/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Koordinasi dan Supervisi (Korsup) mencium potensi korupsi dalam rencana perpanjangan kontrak swastanisasi air antara Gubernur DKI Jakarta, lewat PD PAM Jaya dengan pihak swasta, PT Aetra.

Sebab, Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK Aminudin menyebut adanya potensi kecurangan atau fraud yang dapat mengakibatkan timbulnya kerugian pada PAM Jaya dari perpanjangan perjanjian kerja sama (PKS) pengelolaan air minum tersebut.

"Kami berkepentingan agar dalam perikatan perjanjian itu tidak ada potensi korupsi. Kami ingin perikatan perjanjian ini semata-mata untuk kepentingan bisnis dan kemaslahatan bersama. Jangan sampai ada keuangan negara atau daerah yang dirugikan," kata Aminudin dalam keterangannya, Kamis, 22 April.

Aminudin berharap tidak ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mengambil keuntungan dari momen perpanjangan kontrak kerja sama antara PAM Jaya dan PT Aetra tersebut. 

Diketahui, Pemprov DKI memiliki kerja sama swastanisasi air selama 25 tahun sejak tahun 1998. Kontrak PKS ini akan berakhir pada tahun 2023. 

"Selama ini, pelayanan operasional air minum di wilayah DKI Jakarta dilaksanakan secara penuh oleh dua mitra swasta. Sementara, PAM Jaya hanya berfungsi sebagai pengawas," ujar Aminudin.

Dari sini, potensi kerugian daerah muncul. Beberapa potensi kecurangan itu adalah ruang lingkup pekerjaan dalam kontrak berubah lebih dari 50 persen. Selain itu, rencana perpanjangan durasi kontrak untuk 25 tahun ke depan, sementara kontrak saat ini baru akan berakhir pada 2023. 

KPK juga mendapatkan data bahwa mitra swasta terkait relatif tak berkinerja baik di sisi hilir, yaitu terjadinya tingkat kebocoran pipa yang berimbas pada cakupan layanan ke penduduk menjadi rendah. 

"Metode take or pay dengan kondisi hilir yang bermasalah berpotensi merugikan PAM Jaya karena berkewajiban membayar 100 persen produksi air dari mitra swasta. Padahal, penyaluran air efektif hanya 57,46 persen," ungkap Aminudin.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 891 Tahun 2020 persetujuan adendum kerja sama antara perusahaan daerah air minum DKI Jakarta dengan Perseroan Terbatas Aetra Air. 

Kepgub ini ditolak oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). Koalisi menduga Kepgub tersebut merupakan pintu masuk dari perpanjangan swastanisasi air dengan PT Aetra.

Namun, hal ini dibantah oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Riza mengklaim sampai saat ini belum ada keputusan perpanjangan kontrak pengelolaan air. "Belum, belum sejauh itu," ucap Riza, beberapa waktu lalu.