Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas menyarankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) fokus menyasar pelajar dan masyarakat yang berasal dari keluarga miskin. Ia menilai langkah tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 serta prinsip penghematan anggaran.

“Kalau menurut saya dipilah-pilah. Yang sesuai dengan konstitusi pasal 34 adalah fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Jadi yang pas dibiayai oleh negara untuk makan bergizi adalah anak-anak yang berasal dari keluarga fakir miskin,” ujar tokoh agama yang akrab disapa Buya Anwar itu, saat berbincang bersama Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 5 Maret 2025.

Ketua Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup, PP Muhammadiyah tersebut menjelaskan, prinsip penghematan bisa terpenuhi bila program MBG tidak menyebar di seluruh kalangan, tapi khusus masyarakat miskin. “Sehingga dana yang diperlukan dari APBN menjadi turun dan bisa dipergunakan untuk kepentingan yang lain,” kata dia.

Pernyataan Buya Anwar ini sejalan dengan kritikan berbagai pihak terkait pelaksanaan program MBG. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai penyaluran MBG bisa menjadi tidak tepat sasaran bila disalurkan ke seluruh kalangan. Mereka meminta Presiden Prabowo berfokus kepada mereka yang paling membutuhkan.

Buya Anwar mengatakan program MBG juga harus mempertimbangkan sejumlah dampak ekonomi yang ditimbulkan. Misalnya turunnya pendapatan warung maupun pedagang yang beroperasi di sekitar sekolahan. “Sudah terjadi di beberapa tempat, si abang-abang, si empok-empok, yang dagang (di sekitar sekolah) tidak punya pendapatan lagi,” kata dia.

Ulama kelahiran Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, 15 Februari 1955 itu menekankan, pemerintah seharusnya memberdayakan pedagang makanan yang sudah beroperasi di lingkungan sekolah untuk mengelola program MBG.“Tapi mereka perlu dididik dalam hal gizinya dan kebersihan,” ucapnya.

Dampak ekonomi lainnya, Buya Anwar menambahkan, kurangnya peluang petani atau peternak kecil sebagai pemasok menu makan bergizi. Ia menilai sejauh ini pemasok lebih banyak memberi peluang ke perusahaan besar karena ketatnya syarat untuk bahan makanan MBG. Misalnya telur yang harus bersertifikat. “Nah, kalau merugikan usaha mikro dan ultra mikro, apakah bisa dinyatakan Prabowo itu masih pro rakyat?” ujarnya.

Terkendala IUP, Muhammadiyah Belum Bisa Kelola Tambang Kepada Eddy Wijaya, Buya Anwar Abbas menyatakan kekecewaan pada Presiden ke 7 Joko Widodo yang menjanjikan memberikan izin pengelolaan pertambangan kepada PP Muhammadiyah. Sebab, Izin Usaha Pertambangan (IUP) pengelolaan tambang untuk PP Muhammadiyah tidak kunjung terbit hingga rezim berganti dari Jokowi ke Prabowo Subianto.

“Ini sudah lama dijanjikan tapi tidak kunjung terwujud. Di media sudah ribut kalau di NU (Nahdlatul Ulama) sudah dapat IUP, tapi Muhammadiyah sampai hari ini belum dapat,” ujar Buya Anwar. Buya Anwar menjelaskan, pihak Muhammadiyah sudah berusaha maksimal untuk mendapatkan IUP dari pemerintah. Bahkan sudah kerap berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk kelancaran proses penerbitan IUP. “Tapi saya tidak bisa memaksa pemerintah untuk mengeluarkan (IUP) karena ada sistem dan prosedurnya. Kalau seandainya mereka (pemerintah) belum mau ngasih bagaimana kita mendesak?” kata dia.

Kendati demikian, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu tidak mengetahui penyebab pemerintah tidak kunjung menerbitkan IUP pengelolaan tambang tersebut. Padahal Muhammadiyah telah menyiapkan diri untuk melakukan pengelolaan mulai dari tenaga ahli hingga anggaran. “Dari sisi persiapannya kita sudah siap, tapi kalau barangnya (IUP) tidak pernah dikasih, bagaimana kita mengimplementasikannya?” ucapnya.

Buya Anwar menambahkan terdapat dua hal yang menjadi perhatian Muhammadiyah bila mendapat kepercayaan mengelola perusahaan tambang, yakni masyarakat tidak boleh terdzolimi dan lingkungan tidak boleh rusak akibat proyek tambang. “Terkait lingkungan kami sudah punya ahlinya,” kata dia.

Pemberian izin tambang ke organisasi keagamaan merupakan kebijakan di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo. Muhammadiyah telah membentuk badan usaha pertambangan bernama PT. Mentari Swadaya Ecomining untuk mengelola tambang. Namun perusahaan tersebut belum beroperasi karena terganjal IUP.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur.

Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”. (ADV)