Menghitung Untung Rugi BUMN Beli Peternakan Sapi di Luar Negeri
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung rencana Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir untuk membeli peternakan sapi di Belgia. Cara ini dilakukan perusahaan pelat merah itu untuk menanggulangi ketergantungan impor daging sapi. 

Niat menteri BUMN itu tercetus dalam sebuah webinar Milenial Hub: Milenial Fest x PPI Belgia. Dia pun menyampaikan keinginannya langsung kepada Dubes Indonesia untuk Belgia, Andri Hadi.

"Kalau ada peternakan sapi di Belgia, Pak Dubes (Andri), mau dijual. Iya Belgian Blue, pak. Peternakannya Pak Dubes, kalau ada. Masa kita impor sapi terus 1,5 juta tiap tahun," ujar Erick, Sabtu, 17 April.

 

Erick menuturkan, perusahaan BUMN yang membeli dan mengelola peternakan sapi tersebut, nantinya untuk memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri.

Menanggapi wacana tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung menilai rencana itu sebuah terobosan untuk menekan impor daging sapi dalam memenuhi kebutuhan nasional yang sangat tinggi. Selain itu, BUMN sudah seharusnya berani melangkah keluar.

"Ini langkah yang harus kita dukung. Selama ini BUMN kita hanya jago kandang saja," kata Martin dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 19 April.

Jika perlu, lanjut Martin, BUMN di sektor lainnya dapat mengikuti langkah tersebut dengan melihat peluang-peluang yang ada, khususnya dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Soal kebutuhan daging sapi, legislator dapil Sumatera Utara II itu mengatakan, hingga saat ini Indonesia masih belum bisa lepas dari impor daging. Padahal, tingginya kebutuhan daging sapi seharusnya bisa menjadi peluang untuk meningkatkan pemasukan negara melalui badan usaha sendiri.

Ketua DPP Partai NasDem itu mencontohkan pada negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei sudah memiliki peternakan sapi di luar negaranya.

"Mereka punya peternakan di Australia yang dikelola oleh lembaga negara yang membidangi itu, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan luar negeri,” ucap Martin.

Kalaupun kebutuhan daging sapi dalam negeri masih perlu didukung impor, maka impornya berasal dari perusahaan BUMN yang ada di luar negeri.

"Kalau kita impor dari BUMN sendiri, maka istilahnya seperti keluar kantong kiri masuk ke kantong kanan," jelas Martin.

Meski demikian, Martin mengingatkan pemerintah untuk tetap memperhatikan peternakan lokal melalui kementerian atau lembaga terkait. 

 

“Dengan adanya peternakan milik BUMN di luar dan peternakan lokal di Indonesia, ke depan kebutuhan daging sapi nasional dapat terpenuhi. Kalau bisa suatu saat nanti Indonesia menjadi salah satu pengekspor daging terbesar," pungkas Martin Manurung. 

 

Sementara, Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay, menilai wacana pembelian peternakan sapi di luar negeri oleh Menteri BUMN Erick Tohir tidak perlu diperdebatkan. Sebab menurutnya, agenda tersebut dinilai sangat baik dan produktif. 

 

Apalagi, kata Saleh, kebutuhan nasional Indonesia terhadap daging sangat tinggi. Sementara, peternakan lokal yang ada tidak mampu untuk memasok kebutuhan tersebut.

"Ini kreativitas yang perlu diapresiasi. Perlu didukung oleh semua pihak. Ide cemerlang seperti ini tidak semestinya berhenti di awal," ujar Saleh dalam keterangannya, Kamis, 22 April.

"Kalau ada kritik, silahkan disampaikan. Itu tentu akan bisa dijadikan sebagai bahan penyempurnaan agenda ini. Tetapi, jangan ujug-ujug sudah ditolak. Sementara, ini baru saja diinisiasi," sambungnya.

Meski demikian, anggota Komisi IX DPR itu memandang program beli peternakan di luar negeri perlu dipastikan apakah bisa mendatangkan keuntungan atau manfaat bagi masyarakat luas. Untuk itu, kata Saleh, Kementerian BUMN harus memaparkan secara terbuka maksud dan tujuan membeli peternakan sapi di Belgia. 

 

"Dari paparan itu akan kelihatan dengan jelas prospek dari kebijakan ini," katanya.

Seiring dengan pembelian peternakan di luar negeri, legislator dapil Sumut II itu juga mendorong kementerian BUMN untuk memberdayakan dan membangun peternakan lokal. 

 

Pasalnya, ada banyak wilayah dan daerah di Indonesia yang sangat cocok untuk pengembangan peternakan. Nantinya, menurut Saleh, tinggal bagaimana pemerintah memberikan dukungan, baik dari sisi teknologi, permodalan, dan pendampingan.

"Bisa dibuat beriringan secara bersama. Pembelian peternakan di luar negeri sekaligus pengembangan peternakan dalam negeri. Kalau ini bisa dikombinasikan, Indonesia akan segera bisa swasembada daging," ungkap Saleh.

 

Saleh mengatakan, mendukung gagasan yang disampaikan Menteri BUMN. Sehingga perlu ada kelanjutan dari rencana tersebut tentunya dengan agenda terukur.

"Gagasan pak Erick ini kan hal yang baru. Saya kira belum pernah dipikirkan dan diagendakan sebelumnya. Karena itu, sangat tepat ditindaklanjuti dan dilaksanakan," tandas Saleh Partaonan Daulay.

 

Diketahui, selama ini Indonesia selalu melakukan impor daging sapi karena kebutuhannya mencapai 700 ribu ton setiap tahunnya. Sementara ketersediaan di dalam negeri hanya 400 ribu ton, sehingga, terpaksa mengimpor 300 ribu ton setiap tahun. 

Guna memenuhi kekurangan ini, jika ingin menambah sapi, maka dibutuhkan hampir dua juta sapi dan ini butuh waktu lama karena harus mempersiapkan lahan peternakan serta semua prosedur peternakannya. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor daging jenis lembu pada Maret ini tercatat sebanyak 11,27 ribu ton dengan nilai US$ 36,83 juta. Impor ini naik 44,22% dibandingkan dengan Februari 2021 yang sebanyak 7,81 ribu ton.

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, impor daging juga naik double digit yakni 17,46% yang tercatat sebanyak 9,6 ribu ton di Maret 2020.

Secara kumulatif (Januari-Maret), impor daging juga naik hingga 31% menjadi 30,84 ribu ton dari sebelumnya sebanyak 23,54 ribu ton di kuartal I-2020.

Berikut 5 negara pengimpor daging lembu ke RI selama Maret 2021:

1. Australia sebanyak 7.834 ton dengan nilai 24,43 juta dolar AS

2. India sebanyak 1.820 ton ribu ton dengan nilai 6,37 juta dolar AS

3. Selandia Baru sebanyak 935,82 ton dengan nilai 2,79 juta dolar AS

4. Amerika Serikat sebanyak 388,43 ton dengan nilai 2,11 juta dolar AS

5. Spanyol sebanyak 289,63 ton dengan nilai 977,2 ribu dolar AS

 

Senada dengan anggota dewan, pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mendukung ide Menteri BUMN Erick Thohir untuk membeli peternakan sapi di Belgia. Mengingat, Indonesia selalu impor daging sapi karena pasokan dari dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan masyarakat.

"Banyak kendala untuk membangun peternakan sapi potong. Dalam pakan ternak misalnya, untuk menghasilkan sapi potong yang diterima oleh industri, pakannya tidak sembarangan, begitu juga usia potong sapi," ungkap Agus dalam keterangannya, Selasa, 20 April.

Menurut Agus, petani akan kesulitan dalam membesarkan sapi. Pasalnya, harga pakan ternak mahal karena tidak disubsidi oleh APBN.

Situasi ini, membuat peternak memberi pakan rumput atau pakan lain yang membuat sapi tidak tumbuh sesuai standar industri atawa di bawah standar. Rata-rata sapi dipotong sebelum waktunya.

Sementara, ide Erick untuk membeli peternakan sapi di luar negeri sejatinya bukan hal baru. Agus menyatakan Kementerian BUMN di bawah Dahlan Iskan juga pernah berniat membeli peternakan sapi di luar negeri.

Hanya saja, ide itu tak sempat direalisasikan. Menurut Agus, pembelian peternakan di luar negeri perlu dilakukan secara hati-hati dan perhitungan yang matang.

Karena itu, Kementerian BUMN perlu melibatkan lembaga pengawasan agar tak ada kesalahan perhitungan. Lembaga pengawasan yang dimaksud seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Senada, eks pimpinan KPK sekaligus aktivis anti korupsi Erry Riyana Hardjapamekas menerangkan tidak ada masalah jika BUMN ingin membeli peternakan di luar negeri. Namun, perlu ada penyusunan kebijakan yang akurat dan sah.

Beberapa negara sudah membeli peternakan di luar negeri. Malaysia, misalnya lewat Sarawak Economic Development Corporation (SEDC) membeli peternakan besar di Australia pada Mei 2019 lalu.