Rizieq Shihab Membantah: Tak Ada Dokter Bilang Saya Positif COVID-19
DOK VOI/Rizieq Shihab

Bagikan:

JAKARTA - Rizieq Shihab menegaskan tak pernah ada satu dokter pun menyampaikan kondisi dirinya terpapar COVID-19. Informasi soal kesehatannya yang disebut COVID-19 baru diketahui Rizieq Shihab setelah beberapa dirawat di RS UMMI.

Rizieq Shihab dalam persidangan awalnya menyinggung soal dr Nerina Mayakartifa yang merawatnya di RS UMMI. Dokter Nerina disebut Rizieq Shihab tidak menginformasikan dirinya terpapar COVID-19. Dokter Nerina menurut Rizieq Shihab hanya menyampaikan tanda-tanda dirinya mengalami gejala yang mengarah COVID-19. 

"Beliau mengatakan hanya lakukan penanganan. Dokter Nerina ini lima kali datang. Selalu menjelaskan tensinya, datang (menjelaskan) saturnasi tidak normal ada infeksi di paru nah ini semua mengarah kepada COVID-19," kata Rizieq dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu, 21 April.

Rizieq menyebut selama dirawat tak ada dokter yang menginformasikan kesehatannnya. Termasuk dokter pendamping.

"Tapi pada saat itu belum ada satu dokter pun saya jelaskan di sini termasuk dokter Hadiki. Tidak ada satu dokter pun yang mengatakan kepada saya COVID-19 tidak ada. Tapi kalau dokter yang mengatakan saya ‘habib hati-hati ini pandemi ini COVID-19 habib harus jaga diri harus minum obat’ itu ada," papar dia. 

Rizieq Shihab dalam persidangan mengaku baru mengetahui kalau dirinya positif terpapar COVID-19 pada 30 November. Kondisi ini diketahui setelah hasil swab PCR yang dilakukannya pada 27 November keluar. 

"Tapi saya tahu positif COVID setelah ada tes swab PCR itu tanggal 30 November ini penting sekali saya sampaikan," kata dia.

Dalam perkara ini, Rizieq Shihab didakwa menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menyebabkan keonaran. Kabar bohong ini terkait kondisi kesehatannya yang terkonfirmasi positif COVID-19 saat berada di RS UMMI Bogor, Jawa Barat.

Rizieq Shihab didakwa dengan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 14 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.