Bagikan:

JAKARTA - Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan angkat bicara soal polemik pendistribusian LPG 3 kilogram. Dia mengungkap pernah memberikan rekomendasi terkait ketepatan penerima subsidi yang selama ini kerap salah sasaran.

"Bukan itu problemnya (terkait pendistribusian LPG 3 kilogram, red). KPK pernah rekomendasikan ketepatan penerima tapi dia betulin pengecer. Jadi lain saja," kata Pahala kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 10 Februari.

Pahala menjelaskan rekomendasi ini disampaikan komisi antirasuah ketika Kementerian ESDM dipimpin Arifin Tasrif. Saat itu, ketepatan penerima subsidi gas LPG ini harus tercapai karena sesuai dengan regulasi yang ada.

"Penerimanya itu (harus, red) orang miskin dan UKM. Jadi kami ingin ketepatannya. Nah, karena data orang miskin sudah ada di Kemensos, yang DTKS kenapa enggak dipadanan saja," tegasnya.

Selain itu, KPK juga sudah menyarankan agar pendistribusian tersebut sebaiknya diganti dengan bantuan langsung tunai (BLT) di daerah tertentu yang tidak menggunakan LPG. "Kalau dia enggak punya kompor berarti kan dia enggak pakai," jelasnya.

"Oleh karena itu kami sarankan kasih uang. Yang subsidi pemerintah diberikan langsung ke rekening sebagai tambahan dari BLT atau apapun namanya, lah. Itu jumlahnya pasti, orangnya juga pasti dan se-Indonesia bisa menikmati yang tergolong orang miskin atau UKM. Jadi itu yang kami sarankan," sambung Pahala.

Diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkap kebijakan menjadikan pengecer sebagai sub-pangkalan karena melihat kerugian negara yang besar akibat pendistribusian LPG 3 kilogram. Ia menyebut selama ini pemerintah sudah memberi subsidi berupa BBM, listri, dan gas.

Untuk LPG, sambung Bahlil, negara selama setahun memberikan subsidi sebesar Rp87 triliun. "Perintah Presiden Prabowo ke semua orang di kabinet adalah memastikan uang negara satu sen pun harus pasti sampai ke masyarakat," kata Bahlil dalam program acara yang disiarkan TV One pada Jumat 7 Februari malam.

"Penggunaannya harus tepat sasaran sampai ke rakyat. Apalagi LPG ini menyangkut hajat hidup orang banyak," sambungnya.

Bahlil mengaku sudah mendapat sejumlah laporan dari aparat penegak hukum, termasuk KPK jika program ini rentan merugikan negara. Apalagi, jika tidak dilakukan penataan distribusi dan harga yang jelas.

Adapun soal subsidi ini, Bahlil menyebut negara memberi subsidi sebesar Rp36 ribu sehingga harganya menjadi Rp12 ribu per tabung. Kemudian, Pertamina menjual gas melon dengan harga Rp12.750 dan seharusnya dijual hanya Rp15 ribu oleh agen ke masyarakat.

Hanya saja, Balil mengatakan fakta di lapangan ada yang menjual gas 3 kilogram tersebut hingga Rp30 ribu. Sehingga, dugaannya ada celah oknum untuk melakukan praktik lancung dan salah satunya adalah penentuan harga dari pangkalan ke pengecer yang tidak terpantau.

"Jika kita asumsikan loss-nya total ada 25-30 persen, kali Rp87 triliun, itu sama dengan Rp25-Rp26 triliun. Bayangkan. Inilah, dalam rangka implementasi apa yang diarahkan oleh Presiden Prabowo, memastikan yang dikeluarkan pemerintah harus tepat sasaran. Itu niatnya," pungkasnya.